SAAT Lapas atau LP membeludak hingga lebih tiga kali kapasitasnya, seperti LP Medan berkapasitas 1.000 orang diisi 3.500 orang, pekan terakhir ini muncul pula penjahat gerombolan yang bakal menambah sesak hunian penjara.
Penjahat gerombolan itu mulai gerudukan persekusi berburu manusia lewat status medsos yang sistematis di seantero negeri, sekali tangkap di Jakarta pelakunya beberapa orang. Disusul geng motor jalanan, sekali ringkus oleh Polda Metro Jaya pelakunya 28 orang.
Lalu gerombolan rampok belasan orang mendobrak pintu rumah korban dengan balok kayu di Lampung Utara, dalam satu malam menyatroni sampai empat rumah korban. Hasil rampokannya lumayan, mungkin karena lebih dahulu "menggambar" rumah sasarannya.
Kejahatan gerombolan sebagai gejala terakhir yang bakal menambah secara lebih pesat jumlah penghuni LP yang menurut Menkumham Yasona Laoly pada Maret 2017 telah mencapai 214.675 orang di 552 LP, bisa memperburuk lagi kondisi sanitasi LP yang overcapacity seperti di LP Medan, yang juga krisis tenaga medis. (detiknews, 10/4/2017)
Berkembangnya kejahatan menjadi beraksi secara gerombolan ini, khususnya geng motor dan rampok, tak terlepas dari usaha bela diri para penjahat. Sebab, kalau beraksi sendiri atau kelompok kecil, jika tepergok dan ditangkap warga bisa dimassa sampai tewas. Kalau gerombolan besar, dengan senjata tajam dan bahkan senjata api (rakitan), jika berhadapan dengan massa dalam jumlah seimbang mereka masih bisa melawan untuk meloloskan diri.
Namun, dengan pola penjahat gerombolan jika diringkus jumlahnya besar, jubelan penghuni LP akan tambah padat. Kondisi ini bertentangan dengan di Belanda, yang sejak 2013 telah menutup 24 penjara di negerinya karena ketiadaan narapidana (napi).
Untuk mengisi penjaranya, Belanda September tahun lalu "mengimpor" napi dari Norwegia. Meski, menurut harian The Telegraaf, Menteri Kehakiman Belanda Ard van der Steur mengatakan ke parlemen biaya penjara-penjara kosong itu terlalu mahal bagi negeri sekecil Belanda. (Kompas.com, 1/6/2017)
Bandingkan dengan Indonesia, dengan biaya makan Rp15.500 per orang per hari, harus menyiapkan Rp2,4 triliun setahun.
Terpenting belajar dari Belanda menurunkan angka kriminalitas. Sejak 2004, selain prioritas rehabilitasi pengguna narkoba, memasang gelang pengawas di pergelangan kaki terpidana dilepas lebih cepat agar bisa berbaur di masyarakat. Dengan gelang itu, potensinya jadi residivis kecil. ***
Lalu gerombolan rampok belasan orang mendobrak pintu rumah korban dengan balok kayu di Lampung Utara, dalam satu malam menyatroni sampai empat rumah korban. Hasil rampokannya lumayan, mungkin karena lebih dahulu "menggambar" rumah sasarannya.
Kejahatan gerombolan sebagai gejala terakhir yang bakal menambah secara lebih pesat jumlah penghuni LP yang menurut Menkumham Yasona Laoly pada Maret 2017 telah mencapai 214.675 orang di 552 LP, bisa memperburuk lagi kondisi sanitasi LP yang overcapacity seperti di LP Medan, yang juga krisis tenaga medis. (detiknews, 10/4/2017)
Berkembangnya kejahatan menjadi beraksi secara gerombolan ini, khususnya geng motor dan rampok, tak terlepas dari usaha bela diri para penjahat. Sebab, kalau beraksi sendiri atau kelompok kecil, jika tepergok dan ditangkap warga bisa dimassa sampai tewas. Kalau gerombolan besar, dengan senjata tajam dan bahkan senjata api (rakitan), jika berhadapan dengan massa dalam jumlah seimbang mereka masih bisa melawan untuk meloloskan diri.
Namun, dengan pola penjahat gerombolan jika diringkus jumlahnya besar, jubelan penghuni LP akan tambah padat. Kondisi ini bertentangan dengan di Belanda, yang sejak 2013 telah menutup 24 penjara di negerinya karena ketiadaan narapidana (napi).
Untuk mengisi penjaranya, Belanda September tahun lalu "mengimpor" napi dari Norwegia. Meski, menurut harian The Telegraaf, Menteri Kehakiman Belanda Ard van der Steur mengatakan ke parlemen biaya penjara-penjara kosong itu terlalu mahal bagi negeri sekecil Belanda. (Kompas.com, 1/6/2017)
Bandingkan dengan Indonesia, dengan biaya makan Rp15.500 per orang per hari, harus menyiapkan Rp2,4 triliun setahun.
Terpenting belajar dari Belanda menurunkan angka kriminalitas. Sejak 2004, selain prioritas rehabilitasi pengguna narkoba, memasang gelang pengawas di pergelangan kaki terpidana dilepas lebih cepat agar bisa berbaur di masyarakat. Dengan gelang itu, potensinya jadi residivis kecil. ***
0 komentar:
Posting Komentar