LANGKAH Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam pembentukan panitia khusus hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai akademisi ilmu hukum, Abdul Fikar Hadjar, memenuhi unsur error in subjecto atau subjek gugatan salah.
Pasalnya, menurut Abdul, fungsi pengawasan melalui hak angket yang ditujukan kepada KPK tidak sesuai dengan ketentuan UU No. 17 Tahun 2014 tentang MD3. "Menempatkan KPK sebagai subjek hak angket merupakan kesalahan. Itu memenuhi unsur error in subjecto," ujar Abdul dalam keterangan pers di ICW, Minggu. (Kompas.com, 11/6/2017)
Abdul menjelaskan berdasar pada UU MD3, hak angket bertujuan menyelidiki kebijakan eksekutif atau pemerintah, apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
KPK, menurut Abdul, merupakan lembaga negara yang menjalankan fungsi penegakan hukum. Selain itu, materi yang dipersoalkan oleh DPR pun lebih kepada soal administrasi dan manajemen. Oleh karena itu, Abdul menilai materi yang dipersoalkan tidak menyentuh prinsip umum kepentingan masyarakat banyak.
Pasal 79 Ayat (3) UU MD3 menyebut hak angket bertujuan menyelidiki pelaksanaan UU atau kebijakan pemerintah yang berpengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara. "Hak angket itu kan untuk menyelidiki kebijakan pemerintah apakah sesuai dengan UU. Artinya, yang harus dilihat subjeknya adalah eksekutif atau pemerintah eksekutif. Adapun KPK adalah lembaga negara tetapi menjalankan fungsi penegakan hukum," tutur Abdul.
Pada forum sama, peneliti ICW Almas Sjafrina berpendapat pembentukan pansus hak angket KPK cacat hukum karena tidak sesuai dengan Pasal 201 UU MD3. Mengacu pasal itu, keanggotaan panitia hak angket terdiri dari semua unsur fraksi DPR. Saat ini tiga fraksi belum mengirim perwakilan, yaitu PKS, Demokrat, dan PKB. "Jadi, pansus hak angket ini tidak legal. Menyalahi Pasal 201. Kurang satu fraksi saja tidak legal," tegas Almas.
Senada para sejawat akademisi ilmu hukum, Ketua Program Studi Hukum Pascasarjana Universitas Bung Karno, Azmi Syahputra, dalam keterangan tertulis, menyebut hak angket DPR terhadap KPK inkonstitusional, cenderung akal-akalan seperti jurus mabuk.
Dia sebut jurus mabuk karena mengacu Pasal 199 jo Pasal 201 UU MD3, DPR tidak memakai rem yang tegas untuk tidak masuk ke (area) yang bukan yurisdiksi kewenangannya. Sebab, KPK bukanlah pemerintah sebagaimana diatur dalam UUD.
Dengan jurus mabuk, tidak mustahil jadi ilegal, inkonstitusional, error in subjecto sempurna. ***
Abdul menjelaskan berdasar pada UU MD3, hak angket bertujuan menyelidiki kebijakan eksekutif atau pemerintah, apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
KPK, menurut Abdul, merupakan lembaga negara yang menjalankan fungsi penegakan hukum. Selain itu, materi yang dipersoalkan oleh DPR pun lebih kepada soal administrasi dan manajemen. Oleh karena itu, Abdul menilai materi yang dipersoalkan tidak menyentuh prinsip umum kepentingan masyarakat banyak.
Pasal 79 Ayat (3) UU MD3 menyebut hak angket bertujuan menyelidiki pelaksanaan UU atau kebijakan pemerintah yang berpengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara. "Hak angket itu kan untuk menyelidiki kebijakan pemerintah apakah sesuai dengan UU. Artinya, yang harus dilihat subjeknya adalah eksekutif atau pemerintah eksekutif. Adapun KPK adalah lembaga negara tetapi menjalankan fungsi penegakan hukum," tutur Abdul.
Pada forum sama, peneliti ICW Almas Sjafrina berpendapat pembentukan pansus hak angket KPK cacat hukum karena tidak sesuai dengan Pasal 201 UU MD3. Mengacu pasal itu, keanggotaan panitia hak angket terdiri dari semua unsur fraksi DPR. Saat ini tiga fraksi belum mengirim perwakilan, yaitu PKS, Demokrat, dan PKB. "Jadi, pansus hak angket ini tidak legal. Menyalahi Pasal 201. Kurang satu fraksi saja tidak legal," tegas Almas.
Senada para sejawat akademisi ilmu hukum, Ketua Program Studi Hukum Pascasarjana Universitas Bung Karno, Azmi Syahputra, dalam keterangan tertulis, menyebut hak angket DPR terhadap KPK inkonstitusional, cenderung akal-akalan seperti jurus mabuk.
Dia sebut jurus mabuk karena mengacu Pasal 199 jo Pasal 201 UU MD3, DPR tidak memakai rem yang tegas untuk tidak masuk ke (area) yang bukan yurisdiksi kewenangannya. Sebab, KPK bukanlah pemerintah sebagaimana diatur dalam UUD.
Dengan jurus mabuk, tidak mustahil jadi ilegal, inkonstitusional, error in subjecto sempurna. ***
0 komentar:
Posting Komentar