WAKIL Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menegaskan KPK menunggu undangan dari Pansus Angket KPK di DPR. "Hak DPR untuk melakukan hak angket, kita menunggu saja undangannya apa kira-kira pertanyaannya kita jawab saja," ujar Alexander, Jumat. (detiknews, 9/6/2017)
"Sepanjang yang ditanyakan hanya terkait tugas-tugas di KPK kita jawab. Apa yang dipersoalkan misal temuan BPK, itu sudah kita klarifikasi semua. Toh laporan temuan kita kan opininya wajar tanpa pengecualian, tanpa usaha-usaha (menyimpang, red) yang kita lakukan untuk mendapatkan WTP," jelas Alex.
Namun, KPK menolak kalau diminta membuka rakaman pemeriksaan Miriam S. Haryani terkait penyebutan sejumlah nama anggota DPR atas adanya tekanan dalam proses penyidikan dugaan korupsi KTP-el. Rekaman yang menjadi alat bukti itu hanya dibuka dalam persidangan pengadilan.
Pansus angket KPK, menurut Alex, tidak bisa memaksa KPK membuka di DPR rekaman pemeriksaan Miryam. Sebab alat bukti dan barang bukti, berdasarkan aturan, hanya bisa dibuka di pengadilan.
"Di KUHAP aturannya. Seperti BAP (bersifat) rahasia, belum dibuka untuk umum, kecuali di depan persidangan. Semua harus diproses persidangan (pengadilan)," ujar Alex.
Dengan KPK tetap tidak mau membuka rekaman tersebut, sidang-sidang Pansus Angket KPK itu diperkirakan akan berjalan 'hangat'. Sebab, hak angket itu sejak awal diusulkan karena adanya penolakan KPK untuk membuka rekaman tersebut, sehingga diupayakan untuk memaksa KPK lewat proses hak angket, sekaligus untuk menyelidiki kinerja dan penggunaan anggaran belanja KPK.
Bakal "hangatnya" sidang Pansus Angket KPK diperkirakan karena Pansusnya diketuai oleh politikus yang namanya juga disebut dalam dakwaan jaksa terkait kasus KTP-el menerima 1,047 juta dolar AS. "Hangat" karena bisa jadi dironai konflik kepentingan. Kasus yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu melibatkan 25 politikus, sebagian besar masih aktif di DPR, ada yang berposisi istimewa.
Dengan latar belakang demikian, pengamat tata negara Refly Harun menilai pansus angket ini dijadikan sarana untuk mengganggu fokus KPK yang tengah menangani kasus-kasus besar, termasuk korupsi KTP-el. "Pansus ini sekadar ganggu KPK agar fokus KPK bercabang. Maka energi itu akan berkurang. Karena kalau misalnya KPK fokus, tokoh-tokoh yang diduga terlibat bisa jadi cepat diproses," ujar Refly.
Itu yang membuat kegiatan Pansus Angket KPK di DPR menarik diikuti. ***
Namun, KPK menolak kalau diminta membuka rakaman pemeriksaan Miriam S. Haryani terkait penyebutan sejumlah nama anggota DPR atas adanya tekanan dalam proses penyidikan dugaan korupsi KTP-el. Rekaman yang menjadi alat bukti itu hanya dibuka dalam persidangan pengadilan.
Pansus angket KPK, menurut Alex, tidak bisa memaksa KPK membuka di DPR rekaman pemeriksaan Miryam. Sebab alat bukti dan barang bukti, berdasarkan aturan, hanya bisa dibuka di pengadilan.
"Di KUHAP aturannya. Seperti BAP (bersifat) rahasia, belum dibuka untuk umum, kecuali di depan persidangan. Semua harus diproses persidangan (pengadilan)," ujar Alex.
Dengan KPK tetap tidak mau membuka rekaman tersebut, sidang-sidang Pansus Angket KPK itu diperkirakan akan berjalan 'hangat'. Sebab, hak angket itu sejak awal diusulkan karena adanya penolakan KPK untuk membuka rekaman tersebut, sehingga diupayakan untuk memaksa KPK lewat proses hak angket, sekaligus untuk menyelidiki kinerja dan penggunaan anggaran belanja KPK.
Bakal "hangatnya" sidang Pansus Angket KPK diperkirakan karena Pansusnya diketuai oleh politikus yang namanya juga disebut dalam dakwaan jaksa terkait kasus KTP-el menerima 1,047 juta dolar AS. "Hangat" karena bisa jadi dironai konflik kepentingan. Kasus yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu melibatkan 25 politikus, sebagian besar masih aktif di DPR, ada yang berposisi istimewa.
Dengan latar belakang demikian, pengamat tata negara Refly Harun menilai pansus angket ini dijadikan sarana untuk mengganggu fokus KPK yang tengah menangani kasus-kasus besar, termasuk korupsi KTP-el. "Pansus ini sekadar ganggu KPK agar fokus KPK bercabang. Maka energi itu akan berkurang. Karena kalau misalnya KPK fokus, tokoh-tokoh yang diduga terlibat bisa jadi cepat diproses," ujar Refly.
Itu yang membuat kegiatan Pansus Angket KPK di DPR menarik diikuti. ***
0 komentar:
Posting Komentar