Artikel Halaman 8, Laing Post Sabtu 21-11-2020
Masalah Kerasnya Protokol Kesehatan!
H. Bambang Eka Wijaya
PROTOKOL kesehatan telah menjadi masalah yang sangat keras: dua orang Kapolda dicopot seketika, gubernur dicecar klarifikasi kepolisian dengan 33 pertanyaan. Diikuti hirarki lanjutan, Kapolres Bogor dicopot, penyelenggara pesta nikah didenda Rp50 juta, dan seterusnya.
Musababnya adalah tidak dijalankan secara semestinya protokol kesehatan dalam suatu rangkaian peristiwa yang melibatkan massa berjumlah besar.
Tapi kenapa masalah protokol kesehatan tiba-tiba menjadi sedemikian kerasnya? Mungkin karena kebetulan, pekan ketika rangkaian peristiwa itu terjadi, juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 melaporkan terjadinya lonjakan kasus positif pekanan sebesar 17,8%. Untuk kali pertama pula tercatat kasus harian tembus 5.000 dua hari berturut-turut.
Demikianlah latar belakang konkret kenapa masalah protokol kesehatan seketika jadi sedemikian kerasnya. Menjadi lebih keras lagi, ketika di balik itu terkesan adanya upaya untuk mendiskreditkan dan melecehkan pemerintah di muka umum dan viral di media sosial, bahkan mencanangkan wajibnya ada revolusi.
Latar belakang di luar protokol kesehatan itu bisa terbaca jelas ketika Panglima TNI di dampingi ketiga kepala staf angkatan membuat pernyataan tegas: tentang adanya ancaman dan gangguan terhadap persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dengan provokasi dan ambisi yang dibungkus berbagai identitas.
Untuk itu panglima tegaskan tidak satu pun musuh dibiarkan. Siapa saja yang coba mengganggu persatuan dan kesatuan NKRI akan berhadapan dengan TNI.
Jadi, dengan perumpamaan kaum tua, tindakan keras kepada dua Kapolda itu harus dilihat lewat ungkapan lama, "pukul anak sindir menantu".
Namun masalahnya kemudian, sadarkah sang "menantu" bahwa pukulan si mertua kepada anaknya itu sebagai peringatan keras ke arah dirinya?
Itulah inti masalahnya. Seandai sang menantu paham sindiran si mertua, tentu ia segera mengubah tingkah lakunya, menghindari atau tak mengulang hal-hal yang kurang disukai mertuanya.
Lain hal kalau dia tak menyadari sindiran mertuanya itu, bahkan memang tak mau tahu. Salah tingkahnya justru semakin menjadi-jadi, maka rumah mertua pun jadi seperti "neraka" dengan kehadiran sang menantu. Banyak kemungkinan bisa terjadi dengan situasi dan kondisi tak harmonis itu.
Untuk itu, kita sebagai "tetangga" tak elok ikut campur urusan rumah tangga mereka. Kita lihat saja begaimana perkembangan sikap menantu selanjutnya, lalu seperti apa pula reaksi mertua. ***
0 komentar:
Posting Komentar