Artikel Halaman 12, Lampung Post Rabu 02-06-2021
Antiklimaks, Habib Riziek Divonis 8 Bulan!
H. Bambang Eka Wijaya
HABIB Riziek Shihab (HRS), divonis 8 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (27/5/2021) untuk kasus kerumunan di Petamburan Jakarta, dan denda Rp20 juta untuk kerumunan di Mega Mendung, Bogor.
Meski belum berkeluatan hukum tetap, sudah terlihat gambaran keadilan hukum yang proporsional menurut hakim pengadilan atas pelanggaran protokolol kesehatan oleh HRS dan 5 orang yang dihukum bersamanya.
Dengan vonis hukuman yang terkesan ringan (di bawah satu tahun penjara) itu jadi terasa antiklimaks dibanding kehebohsn pada kasus tersebut; dua Kapolda dicopot, 6 laskar pengawal HRS tewas, ormas FPI dibubarkan dan dinyatakan terlarang.
Tentu harus kita hormati dan junjung tinggi vonis pengadilan sebagai putusan yang paling tepat dan proporsional, sampai ada kekuatan hukum tetap. Lantas kita simak ke belakang, kenapa masalah yang sesederhana itu menurut pengadilan, sempat menimbulkan kehebohan hingga penanganannya oleh aparat dan pemerintah serius sekali (sampai keluar SKB 6 menteri untuk mengubur FPI).
Pangkal masalah pada kesalahan estimasi Menko Polhukam yang meremehkan jumlah massa penyambut kepulangan HRS. Akibatnya tak ada persiapan menadai dari pemerintah untuk itu, bahkan Kapolda Metro Jakarta dan Jawa Barst tak mengatisipasi ledakan massa.
Jokowi kaget atas tidak adanya antisipasi bakal terjadinya kerumunan yang sedemikian besar. Jokowi bukan takut pada HRS atau massanya, tapi virus Corona pada kerumunan besar itu, di mana saat itu AS dan Brasil sedang kewalahan menghadapi virus Corona.
Maka dia copotlah dua Kapolda yang lengah itu. Ketakutan Jokowi pada kerumunan besar terbukti di India yang kini masih kewalahan oleh dampak keumunan besar dalam upacara keagamaan.
Ketegasan Jokowi mencopot dua Kapolda ini yang kemudian direspon berlebihan oleh para pejabat dan aparat. Terjadilah kecamuk dan segala kehebohan selanjutnya. Ada yang mengintip dan membuntuti HRS (berakibat fatal kematian 6 pengawal HRS), ada yang sibuk menurunkan baliho, ada pula yang sibuk mengumpulkan menteri untuk membubarkan FPI.
Namun esensi semua kehebohan itu secara proporsional tak lebih dari masalah pelanggaran protokol kesehatan.
Itu ditegaskan dalam amar putusan majelis hakim; acara pernikahan dan peringatan Maulid Nabi Muhammad yang digelar di Petamburan bukanlah kejahatan. Namun demikian, acara itu menimbulkan kerumunan yang melanggar protokol kesehatan di tengah upaya pencegahan virus Corona. ***
0 komentar:
Posting Komentar