Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Ibu Rumah Tangga Dominasi Wisma Atlet!

Artikel Halaman 12, Lampung Post Senin 21-06-2021
Ibu Rumah Tangga Dominasi Wisma Atlet!
H. Bambang Eka Wijaya

IBU rumah tangga mendominasi pasien Covid-19 di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Jakarta. Koordinator RSD Wisma Atlet Mayjen TNI Tugas Ratmono mengatakan, kebanyakan pasien tersebut tidak tahu tertular Covid dari mana, karena para ibu itu tidak ke mana-mana.
"Dari klaster ini tentunya klaster ibu rumah tangga cukup banyak yang ditemukan dirawat di sana, kemudian di sana juga kita lihat ada jawaban dari pasien-pasien itu, tidak tahu tertular dari mana," kata Tugas dalam diskusi virtual di kanal BNPB. (Kompas.com, 16/6)
Tugas menduga para ibu rumah tangga tersebut tertular virus corona dari anggota keluarga yang sering kelusr rumah dan membawa virus saat pulang ke rumah.
"Ini jadi suatu risiko yang keluar mob77ilisasi tertular menularkan lagi di keluarganya," ujar Tugas.
Atas dasar itu, Tugas meminta setiap warga masyarakat membatasi mobilitas dan memperketat protokol kesehatan 3M, yaitu memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak aman.
"Saya kira itu pembelajaran kita harus lakukan, mari semuanya keluarga harap betul-betul menjaga supaya tidak tertular dari orang lain," ujarnya.
Wisna Atlet pekan lalu menampung lonjakan penularan Covid-19 di Jakarta, hingga harus menambah kapasitas tempat tidur sebanyak 1.400, dari 5.994 menjadi 7.394 tempat tidur. 
Rabu (16/6) jumlah pasien yang dirawat di RSD Wisma Atlet sebanyak 5.551, menjadi 75,05% dari kapasitasnya setelah penambahan kapasitasnya. Sebelum lonjakan terakhir, jumlah pasien Covid-19 yang dirawat di wisma Atlet per 1 Juni 2021 sebanyak 2.148 orang.
Dalam diskusi virtual itu Tugas berharap agar para pembuat kebijakan di hulu menarik rem darurat. Karena di hilir, seperti dikemukakan spesialis paru dari RS Persagabatan, dr. Erlina Burhan, rumah sakit dan tenaga kesehatan sudah kewalahan menangani banjir pasien.
Rem darurat yang diharap Tugas supaya ditarik itu, tampak harus diupayakan secara serius oleh para pembuat kebijakan, dengan jujur melihat implementasi kebijajannya selama ini telah jebol hingga terjadi lonjakan baru tiga kali lipat.
Itu berarti perlu kebijakan yang bentuk dan sifatnya sama sekali baru sebagai rem darurat. Bisa jadi rem darurat itu berupa inovasi peningkatan dari sistem yang ada.
Sebab kalau hanya mengulang kebijakan yang terbukti gagal menjadi rem darurat penularan, wabahnya bisa berkembang lebih buruk. Malaysia misalnya, memprioritaskan mengatasi pandemi dengan memperpanjang lockdown hingga akhir Juni. ***




0 komentar: