Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Revisi UU ITE, Serasikan dengan UU KIP!

Artikel Halaman 12, Lampung Post Sabtu 12-06-2021
Revisi UU ITE, Serasikan dengan UU KIP!
H. Bambang Eka Wijaya

REVISI UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sebaiknya tak hanya memperbaiki pasal-pasal multitafsir, tapi juga dengan menyerasikan atau menyingkronkan dengan UU Jomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Pasalnya, sama-sama mengatur tentang informasi sebagai kebutuhan pokok setiap orang, pendekatan kedua UU ini kontroversial; yang satu sadis langsung dijerat pidana berat, sedangkan satu lainnya konflik diselesaikan lewat sengketa informasi yang fair.
Karena ini tentang informasi, tak bedanya dengan sengketa terkait pemberitaan pers, masalahnya tidak langsung ke proses pidana, tapi lebih dahulu diselesaikan di Dewan Pers. Untuk UU ITE, mungkin sebelum melangkah ke proses pidana, lebih dahulu diproses dalam penyelesaian sengketa informasi di Komisi Informasi (KI).
Proses penyelesaian demikian, cukup demokratis, lebih beradab, dan wajar utamanya menyangkut penyelesaian terkait informasi. Jika upaya penyekesaian melaui sengketa informasi di KI gagal, seperti halnya penyelesaian di Dewan Pers gagal, lanjutan ke proses pidana menjadi hal yang tak bisa dihindarkan.
Mensublimasikan kasus informasi dari pidana ke level musyawarah untuk mufakat, mungkin bisa menjadi jalan keluar bagi rasa takut warga untuk bicara menyatakan pendapat akibat takut dijerat UU ITE--seperti hasil survei Burhanuddin Muhtadi.
Pasalnya, karena sekalipun frasa multitafsir di UU ITE sudah diperbaiki, kebanyakan warga akan tetap rakut bicara. Karena, kebanyakan orang takut bicara bukan takut pada bunyi frasa pasal multitafsir, tapi takut berurusan dengan polisi jika jalur kasusnya tetap pidana.
Adanya keharusan proses melalui KI, tidak langsung proses pidana, bisa mengurangi kegemaran sementara orang menggunakan UU ITE merepotkan polisi dengan mengadukan orang agar diperiksa polisi. Salah atau tidak urusan belakangan, tapi polisi yang wajib menindaklanjuti setiap pengaduan sudah bisa 'dijkerjai' harus repot duluan.
Dengan behgitu pula, polisi tak bisa diperalat oleh para kaki tangan penguasa untuk menangkapi orang-orang yang tak disenangi penguasa atau oposan lewat pengaduan mereka. Karena, pengaduan para "kibus" (kaki-tangan busuk) penguasa atas oposan itu tidak diproses polisi, tapi KI.
Revisi UU ITE harus dijadikan kesempatan emas bukan sekadar memperbaiki frasa pasal-pasal karet yang multitafsir, tapi juga menghabisi kebiasaan buruk "kibus-kibus" cicunguk mencelakakan oposan. ***



.







0 komentar: