"Semua itu belum cukup!" timpal Amir. "Terakhir muncul Partai Hanura dan Gerindra, bersamaan dengan empat calon anggota DPR dari PPP--Partai Persatuan Pembangunan--menyalip pula dengan uji materi agar MK membatalkan Pasal 205 Ayat (4) UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD yang multitafsir sehingga menjadi biang kekisruhan pembagian kursi legislatif!"
"Untuk uji materi terakhir ini, guru besar hukum Undip yang menjadi Gubernur Lemhannas, Prof. Muladi, menyatakan, demi kepastian hukum, permohonan uji materi yang disampaikan sejumlah parpol ke MK, tentang pembatalan Pasal 205 Ayat (4) UU No. 10/2008 harus dikabulkan MK!" sambut Umar. "Menurut Muladi, selain cacat hukum, jika tidak dibatalkan atau direvisi, pasal itu akan menimbulkan ketidakstabilan politik!" (Kompas, 31-7)
"Salip-menyalip hukum dalam proses pemilu ini terjadi akibat kurang matangnya penyusun UU baik dalam merumuskan bunyi pasal dan ayatnya, maupun dalam mengantisipasi perkembangan masyarakat ke depan--bahkan untuk tempo yang pendek sekalipun! Mentah dalam dimensi materiil hukum dan dimensi sosialnya!" tegas Amir.
Kelemahan itu menjadi lebih fatal karena UU itu menyangkut aturan main politik, yang merupakan pengelolaan kepentingan di arena adu kekuatan massa pendukung! Muladi benar, apabila masalah ini tak diselesaikan secara baik, bisa menyulut ketidakstabilan politik! Eksesnya bisa mengimbas pada ketidakstabilan ekonomi dan bidang-bidang kehidupan lainnya! Saat bangsa belum pulih dari keterpurukan akibat krisis multidimensi, segala kemungkinan yang menjurus ke arah itu harus dicegah dengan upaya semaksimal mungkin!
"Benteng terakhir mencegah agar kemungkinan buruk itu tak sampai terjadi ada pada MK dan KPU!" timpal Umar. "MK dengan dasar menjaga semangat integralisme negara yang menjiwai konstitusi, harus tegas mengoreksi setiap UU yang berpotensi menyulut ketidakstabilan politik! Sedang KPU, menyelesaikan tugasnya berdasar hukum dan di atas kepentingan semua golongan, hingga keberpihakan yang sempat dituduhkan di balik berbagai kisruh dan salip-menyalip selama pemilu, berakhir dengan pembuktian diri sebagai penyelenggara pemilu yang benar-benar fair!" ***