Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

'Juvenile Deliquency', Bom Bunuh Diri!

"KENAKALAN remaja, dengan terminologi universal juvenile deliquency, untuk anak kampung bentuknya mungkin cuma curi mangga di kebun tetangga, atau tawuran anak sekolah di kota!" ujar Umar. "Maka itu, amat mengejutkan ketika terjadi lonjakan tak terkira pada remaja kita, mencapai puncak kekerasan--melakukan bom bunuh diri--dalam kasus Mega Kuningan!"

"Pelaku bom bunuh diri di Hotel J.W. Marriott yang menurut polisi berusia 16--18 tahun, tinggi tubuh 180--190 cm, sepatu nomor 42--43 dan berkulit putih, spesifikasi biologisnya jelas tak seperti rata-rata anak Indonesia! Bisa jadi ia memang punya kelainan dibanding remaja Indonesia umumnya--untuk kebodohannya memilih jalan sia-sia!" sambut Amir. "Meski dengan kelebihan yang menjadi kelainannya itu, ia tetap satu dari puluhan juta remaja Indonesia seusianya! Dengan kelebihannya, baik fisik, mental (lebih dewasa dari usianya), atau kecerdasannya, seorang remaja justru lebih mudah dieksplorasi dan dieksploitasi perilakunya untuk berbeda dari remaja umumnya! Tampaknya itulah pangkal masalah pada remaja pelaku bom bunuh diri Mega Kuningan! Tapi tetap harus diakui, perekrut dan pencuci otaknya cukup piawai, hingga anak yang dengan kelebihan fisik memiliki masa depan lebih baik, justru siap mengorbankan jiwanya demi kesia-siaan itu!"

"Dengan kelebihan yang cenderung mendorong remaja berperilaku berbeda dari remaja lain umumnya, seperti dipahami dalam terminologi juvenile deliquency itu, membuat kita tak perlu terlalu mencemaskan relevansi pelaku bom Mega Kuningan itu pada remaja kita umumnya!" tegas Umar. "Yang mungkin bisa jadi masalah justru, kelangkaan sistem sosial kita buat menangani remaja yang punya kelebihan, baik secara fisik, mental maupun kecerdasannya! Batasan usia masuk sekolah misalnya, di banyak sekolah terlalu ketat, padahal banyak anak usia tiga tahun di play group sudah bisa baca-tulis, yang kalau mendapat penyaluran tepat bukan mustahil usia 14 bisa lulus sarjana, atau malah seperti Hasan Al Banna, hafal Alquran!"

"Penanganan yang salah memang bisa membuat remaja punya kelebihan malah divonis nakal, lalu tersingkir ke kancah kekerasan, yang justru mendorong radikalisasinya!" timpal Amir. "Bisa saja, pelaku bom bunuh diri satu dari remaja punya kelebihan itu, akibat susah menempatkan diri di lingkungan yang tidak memahami kelebihannya, jatuh ke tangan yang lebih buruk!"

"Sistem pendidikan yang terlalu berorientasi pada pemerataan kesempatan juga belum memadai dalam memfasilitasi keistimewaan di kalangan anak bangsa!" tukas Umar. "Bom bunuh diri dengan pelaku remaja dengan ciri-ciri istimewa jelas disayangkan, sekaligus menuntut kita lebih memahami remaja! Hanya dengan pemahaman sesuai, remaja tak terseret arus yang salah--jadi teroris!" ***

0 komentar: