Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Ekonomi Lampung dalam Telikungan!


"KENAPA inflasi Bandar Lampung 2010 sampai 9,95%, jauh di atas inflasi nasional 6,96%," entak Temin. "Padahal Lampung menurut data BPS pada 2010 masih provinsi termiskin kedua di Sumatera dengan penduduk miskin 18,94%, setelah NAD 20,98%. Di bawah rata-rata nasional 13,33%."

"Malah data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terakhir yang bisa diakses dari www.bps.go.id, Lampung terbawah dari 10 provinsi di Sumatera dengan skor 70,30, di bawah NAD 70,76. Rata-rata nasional 71,17," timpal Temon. "Dengan kondisi sosial-ekonomi di bawah rata-rata nasional itu warga Lampung harus menanggung beban hidup jauh di atas rata-tara nasional! Belum lagi, inflasi tertinggi berasal dari kelompok pangan, 15,64% (Kompas, 4-1), warga lapisan terbawah alokasi terbesar pendapatannya hanya untuk pangan!"


"Itu karena ekonomi Lampung dalam telikungan! Telikung itu hambatan ganda atas gerakan!" sela Teman. "Dalam ekonomi, hambatan atas suplai barang harus dihilangkan! Dari sentra produsen di Jawa akibat iklim truk harus antre lebih lama di Merak. Lalu dari Bakauheni harus memutar lewat jalan rusak di Ketapang, menambah waktu jalan truk tiga jam! Jalan rusak juga menelikung suplai dari sentra produksi lokal! Semua biaya ekstra dihitung pedagang yang tak mau rugi, bebannya dialihkan ke konsumen!"

"Akibat telikungan itu kelompok warga terlemah kena imbas terparah!" timpal Temin.

"Memang! Tapi tingginya inflasi di Lampung tak sebatas akibat faktor suplai! Sisi permintaan juga signifikan!" tegas Teman. "Terlepas dari kelompok lemah penderita itu, petani berlahan menengah ke atas 2010 menikmati booming harga komoditas dengan NTP (nilai tukar petani) tertinggi di Indonesia—117,03 (September). Ini di atas DIY 114,22 dan Kalsel 107,11. Daya beli kelompok ini di puncak dengan harga karet di atas 5 dolar AS per kg—tertinggi sepanjang abad! CPO 1.200 dolar AS per ton. Diikuti kopi di atas Rp15 ribu per kg, kakao di atas Rp20 ribu, dan lada hitam di atas Rp35 ribu per kg!"

"Kelompok booming itu jumlahnya besar, lebih 70% tanaman karet di Lampung milik rakyat!" timpal Temin. "Jumlah uang tunai besar di tangan rakyat, dampak inflatoarnya tinggi pula!"

"Itu dia! Karena ekonomi dalam telikungan, nilai tambah booming yang terjadi ditelan inflasi nyaris 10%, jadi kurang efektif bagi stimulus gerak maju ekonomi lokal!" tukas Teman. "Lain hal jika sektor publik berfungsi baik, suplai barang lancar dan inflasi lebih terkendali, kelompok lemah tak terlalu menderita, nilai tambah booming komoditas bisa menyumbang pertumbuhan cukup signifikan!" ***

0 komentar: