Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Petani Lampung Korban Jarak Pagar!


"PEMERINTAH dalam skala nasional tahun 2007 mengampanyekan tanaman jarak pagar untuk biofuel—energi terbarukan—bahan bakar diesel alternatif!" ujar Umar. "Dengan gaya sosialisasi pemerintah yang meyakinkan cerahnya masa depan komoditas itu, banyak petani di Lampung terpikat menanam jarak pagar! Tapi kini, mereka terpaksa membabat kembali tanaman jarak pagar karena selain proses pascapanennya susah, harganya juga rendah, Rp1.000—Rp1.500/kg!"

"Harganya amat jauh dari bahan baku biofuel lain, CPO (sawit) yang kini di kisaran 1.200 dolar AS/ton atau Rp10.800/kg di pasar internasional!" timpal Amir. "Dengan disparitas harga sedemikian jauh pasti ada yang tak beres di balik sosialisasi dan tindak lanjutnya oleh pemerintah! Ketakberesan kerja pemerintah itu berakibat mengorbankan petani!"


"Salah satu kelalaian pemerintah, sosialisasi yang dilakukan tidak segera diikuti dengan pengadaan pabrik pengolahan biji jarak menjadi biofuel di kawasan produsen dengan skala sesuai potensi produksinya!" tegas Umar. "Ketika produksi biji jarak seantero negeri melimpah tak jelas di mana pabrik pengolahannya, harganya jatuh!"

"Padahal, dibanding minyak jelantah restoran cepat saji di Bogor bisa diolah jadi biofuel untuk bus kota Pakuan Ekspres, pabrik biji jarak untuk biofuel juga seharusnya bisa berskala kecil dengan konsumen tertentu pasar lokal!" timpal Amir.

"Tapi pemerintah teledor, tak memfasilitasi pengadaan pabrik biji jarak berkapasitas sesuai potensi kawasannya, para petani dikorbankan secara konyol! Lebih tragis, teknik mengupas biji jarak dari kulitnya yang praktis tak diajarkan, hingga dikupas tangan dua orang sehari cuma dapat 10 kg—jauh dari nilai ekonomis pekerjanya!"

"Jangan-jangan nasib malang petani Lampung seperti di Kecamatan Katibung Lampung Selatan yang di sejumlah desa pada setiap desa bertanam jarak pagar 50 sampai 80 hektare, masalahnya karena belum ada pabrik biji jarak berskala kecil dan teknik praktis atau teknologi tepat guna untuk mengupasnya!" tukas Umar. "Kalau itu masalah utamanya, berarti pemerintah benar-benar ngawur ketika tiga tahun lalu menyosialisasikan kepada petani agar menanam jarak pagar!"

"Nasi telah menjadi bubur! Perlu dicatat, jarak pagar kasus kesekian yang mengorbankan petani Lampung! Sebelumnya lewat lembaga UKM, petani Lampung Barat jadi korban kegiatan menanam sisal rami!" timpal Amir. "Agar jangan terulang, lapisan pemerintah terbawah—kepala desa, camat, dan bupati—diharapkan bisa memagari warganya dari segala jenis pepesan kosong!" ***

0 komentar: