"KATANYA Majelis Ulama Indonesia (MUI) merilis fatwa, haram bagi orang kaya memakai premium atau BBM bersubsidi buat mobilnya?" tanya Umar.
"Fatwa itu bukan katanya-katanya!" entak Amir. "Tapi keputusan resmi hasil sidang MUI! Untuk itu, Sekretaris MUI Pusat Ichwan Sam menolak anggapan seolah-olah MUI merekomendasikan fatwa BBM! Ada kesalahpahaman menanggapi pernyataan Ketua MUI K.H. Ma'ruf Amin!" (MI, 30-6).
"Jadi, resmi belum ada fatwa MUI BBM bersubsidi!" timpal Umar.
"Begitulah!" tegas Amir. "Menurut Ichwan Sam, Senin lalu K.H. Ma'ruf Amin diundang Kementerian ESDM, membahas penghematan BBM bersubsidi dari pendekatan agama! Saat ditanya wartawan, apa hukumnya orang mampu yang mobilnya mewah memakai premium bersubsidi, ia menjawab spontan, pihaknya akan membuat fatwa agar masyarakat berpikir dan melakukan langkah hemat energi berdasarkan ajaran agama! ‘Jangan sampai orang yang harusnya beli pertamax, tapi beli premium, itu ambil hak orang, itu dosa!’"
"Nada bicara Sang Kiai bisa membuat orang salah paham, bisa-bisa MUI mengeluarkan fatwa BBM bersubsidi!" timpal Umar. "Soalnya fatwa itu bisa kontroversial, semisal terkait dengan kata mampu atau kaya. Di desa, asal punya mobil orang digolongkan mampu dan kaya! Lagi pula di pedalaman yang jauh dari kota besar, tak ada SPBU jual pertamax! Apa agar tak berdosa orang harus menempuh ratusan kilometer cari pertamax? Mungkin karena kurang jelas soal fatwanya itu, orang jadi ribut!"
"Selain kemungkinan itu, orang juga ribut karena khawatir MUI diperalat!" tegas Amir.
"Setidaknya cendekiawan muslim Zuchairi Misrawi (MI, idem), mengharap MUI tidak mengeluarkan fatwa haram penggunaan premium! Sebab, fatwa itu hanya alat pembenaran bagi ketidakbecusan pemerintah mengelola kebijakan disparitas harga pertamax dan premium! Itu preseden buruk, jika MUI mau dijadikan tameng oleh pemerintah yang tidak becus dalam menjalankan kebijakan dan roda pemerintahan! Fatwa itu juga diskriminatif karena hanya mengikat umat tertentu!"
"Sebaiknya, pemerintah mencari jalan keluar lain mengatasi kesulitan BBM bersubsidi yang kini dialami rakyat kecil seantero negeri!" timpal Umar. "Selain fatwa MUI juga bersifat hipotetis—seperti fatwa haram bunga bank yang tak cespleng diamalkan—sudah banyak nelayan tak melaut, karena untuk beli solar pakai jeriken harus ada surat kepala desa, untuk dapat surat kades harus lunas PBB, dan seterusnya!" ***