Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Balap di Sirkuit Pertumbuhan!


"NEK, saya ikut balap di Sirkuit Langkapura!" ujar cucu. "Doakan supaya juara!"

"Nenek doakan jadi juara!" sambut nenek. "Tapi balapnya jangan kebut-kebutan! Alon-alon saja!"

"Nenek ini bagaimana?" entak cucu. "Orang balap disuruh alon-alon! Jelas tertinggal dari lawan!"

"Soalnya mesin mobilmu itu nenek perhatikan corrupted!" tegas nenek. "Saluran BBM-nya bocor, pembakaran di torak tersendat jadi batuk-batuk, cuma bisa lari 60 km sampai 70 km/jam!"

"Nenek sok tahu!" timpal cucu. "Mobilku nenek ibaratkan negara di sirkuit internasional balap pertumbuhan ekonomi nasional dengan skor terbaik yang dicapai dekade lalu 6,95% per tahun! Padahal, negara lain tumbuh jauh lebih pesat, seperti China 10% per tahun dalam satu dekade!"


"Ironisnya, dalam priode itu Indonesia sebenarnya menikmati harga tertinggi di pasar internasional beraneka komoditas unggulannya, yang justru harus dibayar mahal oleh negara-negara yang tumbuh lebih tinggi tersebut!" tukas nenek. "Karet mencapai 5 dolar AS per kg sheet, harga tertinggi 100 tahun! Demikian pula CPO, kakao, sampai produk bahan pangan dunia! Negara kita jadi tertinggal jauh dalam balap di sirkuit pertumbuhan karena negara ini seperti mesin mobilmu, corrupted! Bahkan ada yang lebih buruk lagi!"

"Apanya lagi, Nek?" kejar cucu.

"Daya tumbuh ekonomi nasional yang tertumpu di perusahaan-perusahaan industri dan jasa lewat reinvestasi kelebihan nilai tambahnya hingga membuka lapangan kerja baru, ditumpas oleh penguasa semua tingkat dengan mematahkan tunas barunya dimaksud!" tegas nenek. "Fungsi sosial perusahaan menampung tenaga kerja sudah disepelekan penguasa! Fungsi nasional perusahaan sebagai penyumbang pajak lewat beraneka jenisnya untuk menghidupi negara, dikecilkan pula! Padahal dari pajak perusahaan itulah terkumpul APBN yang didistribusikan ke APBD seantero negeri untuk biaya hidup pegawai dan membangun infrastruktur agar ekonomi tumbuh! Tapi, uang untuk belanja infrastruktur itu dihabiskan untuk keperluan lain, sehingga CSR 2,5% dari laba perusahaan diarahkan untuk menggantikannya! Lebih buruk lagi, kelebihan nilai tambah yang seharusnya buat reinvestasi membuka lapangan kerja baru dan tumpuan pertumbuhan ekonomi, kini didesak untuk membangun infrastruktur!"

"Dengan begitu basis-basis potensi pertumbuhan ekonomi jadi tumpul, daya di balap pertumbuhan juga merosot!" timpal cucu. "Itu karena penguasa dan birokrasinya jadi monster pelahap pajak!" ***


0 komentar: