"MULAI 1 Agustus 2011 pemerintah melakukan moratorium—penghentian sementara—pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi!" ujar Umar. "Kebijakan itu ditetapkan Presiden setelah “kecolongan” Ruyati, TKI asal Bekasi, dipancung! Moratorium berlaku sampai Kerajaan Arab Saudi meratifikasi perjanjian perlindungan TKI!"
"Tampak gaya lazim penguasa era kini, kebijakan lebih ditentukan oleh kesalahan—dalam hal ini perlindungan terhadap TKI!" sambut Amir. "Tak cuma kesalahan belum ada kesepakatan kedua negara, terkait dengan perlindungam TKI itu secara nyata juga cuma
“teoretis” dan “retoris”—teoretis karena dana perlindungannya dikutip resmi dari TKI, tapi praktek perlindungannya tak ada! Retoris, karena perlindungan itu cuma dalam bicara para pejabat, amalannya tidak terbukti!"
"Dengan ditentukan kesalahan dan saat terkejut dipancungnya Ruyati, kebijakan itu jadi seperti kodok yang meloncat saat terkejut!" tukas Umar. "Tepatnya, kebijakan dengan
“metodologi kodok” itu arahnya serba-kebetulan menghadap ke mana si kodok saat terkejut! Berarti tidak ada perencanaan standar buat pelaksanaan kebijakan! Sekaligus, tidak ada sasaran kebijakan!"
"Sebaliknya, semua disesuaikan dengan tuntutan yang timbul sebagai akibat kebijakan loncat kodok itu!" timpal Amir. "Seperti penampungan pekerja yang dihentikan pengirimannya ke Arab Saudi harus disiapkan di daerah asalnya! Bukan hanya yang tertahan, tak jadi berangkat, tapi juga yang baru pulang dari sana, jumlahnya sebanding!"
"Untuk itu, lewat rapat kabinet bidang ekonomi sudah dicanangkan program terkait dengan PNPM di daerah asal TKI!" tegas Umar. "Tapi apa nantinya efektif mengatasi masalah pengangguran yang meluapkan TKI dari daerahnya, masih harus diuji! Sebab, gaya pemerintah pusat asal program sudah dicanangkan dianggap semua beres! Padahal, realitasnya sering beda! Dalam kasus moratorium dua tahun pengiriman TKI ke Malaysia, jangankan kebijakan pendukungnya, kebijakan pokoknya—moratoriumnya itu sendiri—acakadut!"
"Memang, penyelesaian masalah TKI ke luar negeri tak bisa ad hoc, darurat, tetapi harus bersifat strategis—menciptakan lapangan kerja dengan penghasilan memenuhi standar berkelayakan!" timpal Amir. "Bukan pekerjaan berpenghasilan serbacekak, untuk ini kurang, itu tak nyampai, seperti yang dengan bangga diciptakan penguasa dewasa ini! Justru jenis pekerjaan seperti itu yang menjadi push factor pencari kerja berduyun-duyun ke luar negeri! Imbangan TKI lapangan kerja berkualitas, bukan sekadar kuantitas!" ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Senin, 27 Juni 2011
Arah Kebijakan Lebih Ditentukan oleh Kesalahan!
Label:
TKI
Langganan:
Posting Komentar
0 komentar:
Posting Komentar