Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Akibat Pancasila Cuma Keniscayaan!


"SETIAP awal Juni ramai dibahas Pancasila, dari lembaga formal sampai warung jalanan!" ujar Umar. "Mayoritas warga yakin Pancasila adalah ideologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Jika diimplementasikan dengan benar, kehidupan bernegara bisa mewujudkan kesejahteraan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia! Artinya, kalau kini kehidupan ideal bernegara itu belum terwujud, itu akibat pemerintah belum mengimplementasikan dengan benar Pancasila!"

"Itu terjadi karena pembicaraan ramai tentang Pancasila pada awal Juni itu setiap kali kembali lengang, hingga tak efektif menekan pemerintah!" timpal Amir.

"Pemerintah pun tak repot, cukup dengan basa-basinya Pancasila itu keniscayaan!"

"Sebagai keniscayaan bagaimana?" potong Umar.

"Pancasila digali Bung Karno dari bumi dan kebudayaan masyarakat Indonesia, sehingga diniscayakan Pancasila selalu hidup dalam kalbu masyarakatnya!" jelas Amir. "Jadi tak repot mengimplementasikan dalam kehidupan bernegara-bangsa pun, Pancasila diniscayakan menjadi motivator dari bawah sadar perilaku setiap warga bangsa!"


"Keniscayaan itu ada benarnya. Dalam arti, kalau Bung Karno menggali Pancasila dari bumi dan kebudayaan Indonesia, berarti Pancasila itu naluri (sifat bawaan alamiah) manusia Indonesia!" timpal Umar. "Masalahnya, kenapa Pancasila sebagai naluri atau dorongan alamiah dari bawah sadar manusia Indonesia tak mengaktual dalam perilaku warga, yang menonjol justru perilaku korupsi—yang bertentangan dengan Pancasila?"

"Karena naluri terpendam di bawah sadar, jika tidak kontekstual, tidak mengaktual! Contohnya libido, naluri dasar (basic instinc) itu perlu konteks membangkitkannya!" tegas Amir. "Pembangkit utama naluri adalah nalar! Selain menyeleksi pilihan dengan akal sehat, nalar juga motivator yang psikomotorik untuk menggerakkan perilaku manusia di jalan maslahat! Dengan nalar yang terasah baik oleh pengetahuan dan pengalaman, naluri Pancasilais dari bawah sadar mencuat sesuai konteksnya, mengaktual dalam perilaku yang ideal sesuai frame arahan nalar!"

"Tapi ada batas nalar pada setiap orang, yakni sesuai kapasitas fisik-mental, pengetahuan, dan pengalaman, yang kematangannya bergantung pada kontinuitas eksaminasinya!" timpal Umar. "Untuk itu, jika eksaminasi terhadap kapasitas tersebut tidak prima, tak mampu mengaktualkan naluri Pancasila menjadi perilaku atau realitas! Akibatnya, Pancasila cuma sebatas keniscayaan! Sedang realitasnya, justru perilaku korupsi!" ***

0 komentar: