Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Pilkada, Manusiawi Kalau Jadi Lupa!


"KEK, apa beda pilkada dan pilkabe?" tanya cucu.

"Bedanya," jawab kakek, "Dalam pilkada kalau jadi, lupa! Sedang pilkabe, kalau lupa, jadi!"

"Kalau begitu, pilihlah calon bupati yang setelah jadi tak lupa, terutama kepada nasib rakyat yang memilih dan memenangkannya di pilkada!" tegas cucu. "Cuma, bagaimana bisa memastikan orang yang mana kalau jadi tidak lupa?"

"Sukar!" sambut kakek. "Meski demikian perhatikan iklannya! Kalau berisi janji, apalagi janji kepada orang banyak, kemungkinan lupa pada janjinya cukup besar! Konon lagi janji kepada orang banyak, janji kepada keluarga sendiri saja orang bisa lupa, dan itu dianggap manusiawi juga!"

"Berarti kalau dalam pilkada setelah jadi lalu lupa, bisa dianggap manusiawi!" timpal cucu. "Lebih manusiawi lagi jika mengutamakan kepentingan pribadi dan berorientasi melestarikan kekuasaan diri beserta keluarganya!"


"Itu manusiawi sekali!" tegas kakek. "Tapi di balik itu ada logika kekuasaan—sang kepala daerah telah mengaktualisasikan diri sebagai penguasa! Lalu, ia pun memprioritaskan pencapaian tujuan-tujuan kekuasaan! Sampai di situ, setiap penguasa dituntut piawai memainkan the art of power!"

"Sejenis ajaran kelicikan penguasa dari Thomas Hobbes atau Machiavelli?" timpal cucu.

"Ajaran demi kekuasaan tetap nyaman yang sering dipraktekkan hingga rakyat menderita dibiarkan dan ditutupi retorika kesuksesan—meski kesuksesan yang cuma dinikmati kelompok berkuasa!—model Barat itu sudah kuno dan harus ditinggalkan!" tegas kakek.

"Pada akhir dekade awal abad 21 ini muncul The Art of Power karya biksu Thich Nhat Hanh (2008), membimbing penguasa menjadi pemimpin sejati yang menjauhkan rakyatnya dari kesengsaraan dan penderitaan!"

"Seperti apa ajarannya?" potong cucu.

"Hanh menekankan tiga keunggulan moral yang harus dicapai pemimpin sejati!" jelas kakek. "Satu, meredam amarah dan nafsu. Dua, rangkul sesama dengan kasih sayang. Tiga, pandang sesuatu dengan kedalaman. Bayangkan Presiden AS atau CEO multinasional besar bertindak sesuai ajaran itu. Hanh menantang para pemimpin politik untuk bersikap tenang, menggunakan bahasa cinta, menempatkan diri dalam situasi penderitaan dan kesengsaraan rakyatnya, dan bicara kepada mereka dengan penuh kasih sayang!"

"Kalau cuma bergaya seperti itu, para penguasa kita sudah mahir, tapi dilakukan tanpa ketulusan!" tukas cucu. "Di balik itu, uang rakyat dikorupsi tiada henti!" ***


0 komentar: