"MULAI pekan ini pengiriman sapi bakalan dari Australia dihentikan!" ujar Umar.
"Berita televisi ABC yang menyebut rumah potong hewan (RPH) Indonesia menganiaya dan menyakiti sapi saat pemotongan, dijadikan alasan penghentian ekspor sapi itu oleh pemerintah Australia!"
"Banyak RPH Indonesia memotong sapi masih secara tradisional, dengan menyerimpung kaki lalu dijatuhkan (ini yang dimaksud menganiaya), kemudian lehernya digorok dan dibiarkan sekarat sampai mati—yang dimaksud menyakiti!" sambut Amir. "Menariknya, cara itu direkomendasi untuk mendapat status halal menurut Islam! Sedang menyembelih cara modern dengan mesin—sapi baris di atas ban berjalan seketika kepalanya lepas dari badan, tewas tanpa merasakan sakit!"
"Tapi sejauh ini cara modern itu belum mendapat pembenaran syariah kehalalannya, sehingga di negeri maju yang toleran seperti Jepang, diizinkan menyembelih hewan dengan cara halal itu bagi muslim!" tegas Umar. "Di sisi lain, pemerintah Jepang tegas memberlakukan pencantuman keterangan di label kemasan setiap produk yang mengandung unsur babi!"
"Kebijakan Pemerintah Australia beda dalam hal itu!" timpal Amir. "Meski sebenarnya, laporan ABC itu cuma kebetulan saat pemerintah Australia butuh alasan untuk melakukan tindakan balasan atas keputusan sepihak pemerintah Indonesia memangkas jumlah impor sapi bakalan Australia, dari 750 ribu ekor setahun menjadi hanya 400 ribu ekor setahun pada 2011!"
"Ekses kebijakan sepihak pemerintah Indonesia itu juga memukul sentra usaha penggemukan sapi di Lampung! Paling menderita rakyat peternak plasma, kandang sapi dibangun dengan kredit bank itu kini tak dapat sapi untuk digemukkan!" tegas Umar.
"Begitu gaya penguasa Indonesia, membuat kebijakan penting bukan cuma tak dibicarakan dahulu dengan mitra bisnis asing, para peternak sendiri yang jadi korban juga tak diajak urun-rembuk lebih dahulu!"
"Lebih disepelekan lagi konsumen Indonesia yang harus menanggung peningkatan harga daging sapi! Masih jauh Ramadan saja sekarang harus membayar Rp65 ribu/kg dari sebelumnya kurang Rp60 ribu/kg!" ujar Amir. "Itu konsekuensi harga produksi sapi eks bakalan impor Rp20 ribu/kg timbang hidup, sedang sapi lokal Rp26 ribu/kg. Belum lagi jumlah sapi lokal tak bisa ditingkatkan lebih cepat untuk menutupi pengurangan impor bakalan! Sapi lokal tak bisa dipaksa sekali beranak tiga ekor! Artinya, ke depan konsumen ditambahi beban lagi akibat jumlah penawaran terus turun, padahal permintaan meningkat pasti!" ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Jumat, 10 Juni 2011
Konflik Bisnis Sapi Bakalan Australia!
Langganan:
Posting Komentar
0 komentar:
Posting Komentar