"DARI kabupaten baru di pesisir Timur Lampung dilaporkan pencetakan sawah baru dilakukan di atas sawah yang sudah ada!" ujar Umar. "Jadi, pencetakan sawah baru yang dibiayai APBD itu cuma menambah luas sawah di atas kertas, luas sawah sebenarnya di lapangan tak bertambah!"
"Itu membahayakan ketahanan pangan bangsa!" timpal Amir. "Di satu sisi alih fungsi lahan di negeri kita per tahun mengurangi luas sawah produktif 110 ribu hektare, di sisi lain pencetakan sawah baru di seantero negeri dilaporkan cuma 50 ribu hektare, termasuk pencetakan sawah baru yang dilakukan di atas kertas itu! Berarti, luas sawah beririgasi di Indonesia yang terakhir dilaporkan 7,2 juta hektare, luas sebenarnya lebih kecil!"
"Bahaya itu segera terlihat pada ancaman involusi pertanian—makin beratnya beban lahan pertanian memikul penghidupan manusia di atasnya seperti diingatkan Clifford Gertz dalam buku Involusi Pertanian di Jawa (1962)—saat ini beban sawah atas penduduk di Indonesia telah terberat di dunia, yakni 32 orang per hektare sawah, di China 23 orang per hektare dan India 18 orang per hektare!" tegas Umar.
"Ancaman itu diperburuk lagi oleh konsumsi beras orang Indonesia yang juga tertinggi di dunia dengan 139 kg/orang/tahun, padahal di negeri-negeri ASEAN lainnya 70 kg sampai 80 kg/orang/tahun!" (TVRI, 7-3)
"Lebih celaka pemerintah yang rajin beretorika meningkatkan produktivitas lahan pertanian malas memelihara jaringan dam irigasi hingga lebih 40% rusak, tapi tetap menghitung produksi rata-rata per hektare sawah 5,15 ton!" timpal Amir.
"Akibatnya, dengan prediksi produksi yang terus meningkat, pemerintah pura-pura tak tahu panen rakyat yang mampu diserap Bulog untuk cadangan nasional terus menurun, ditutupi impor beras yang terus meningkat hingga mencatat rekor pengimpor beras terbesar di dunia!"
"Pokoknya banyak petunjuk jika berbagai gejala negatif itu tak bisa dihentikan kelanjutan trennya, ancaman kurang pangan terus semakin dekat!" tukas Umar. "Ancaman masuk zona bahaya oleh sikap (seperti pada Bulog) bahwa sebesar apa pun kekurangan selalu bisa dicukupi dengan impor! Padahal, gejala involusi pertanian bukan cuma domestik di Indonesia, tapi global! Itu diperparah harga pangan dunia yang terus naik!" "Berarti, akan tiba suatu masa, dengan harga amat mahal pun tak ada lagi pangan bisa diimpor oleh negara yang kekurangan!" timpal Amir. "Saat itu bahaya kelaparan jadi nyata—sejarahnya berawal dari Lampung, mencetak sawah di atas kertas!" ***
"Pokoknya banyak petunjuk jika berbagai gejala negatif itu tak bisa dihentikan kelanjutan trennya, ancaman kurang pangan terus semakin dekat!" tukas Umar. "Ancaman masuk zona bahaya oleh sikap (seperti pada Bulog) bahwa sebesar apa pun kekurangan selalu bisa dicukupi dengan impor! Padahal, gejala involusi pertanian bukan cuma domestik di Indonesia, tapi global! Itu diperparah harga pangan dunia yang terus naik!" "Berarti, akan tiba suatu masa, dengan harga amat mahal pun tak ada lagi pangan bisa diimpor oleh negara yang kekurangan!" timpal Amir. "Saat itu bahaya kelaparan jadi nyata—sejarahnya berawal dari Lampung, mencetak sawah di atas kertas!" ***
0 komentar:
Posting Komentar