"APAKAH Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tak tahu biaya operasional sekolah (BOS) kiriman Pemerintah Pusat itu tak cukup untuk memenuhi kebutuhan nyata dalam penyelenggaraan proses belajar-mengajar di SD dan SMP, hingga membuat peraturan melarang sekolah melakukan segala jenis pungutan pada murid atau walinya?" tukas istri kepala sekolah, di arisan keluarga guru.
"Pasti tahu!" timpal Pak Umar Bakri dari mulut pintu, ia terlambat karena ban sepedanya kena ranjau paku. "Tapi, Pak Menteri bertindak seperti peribahasa pukul anak sindir menantu! Larangan pungutan itu pukulan dari menteri sebagai bapak kepada kepala sekolah sebagai anak, menyindir kepala daerah sebagai menantu!"
"Maksudnya dengan larangan sekolah melakukan pungutan kepada murid atau walinya itu agar kepala daerah—gubernur, bupati, wali kota, dan DPRD—memberi solusi?" kejar istri kepala sekolah.
"Tak salah lagi! Seperti ketika jaminan kesehatan nasional (Jamkesnas) kurang, dicukupi dengan jaminan kesehatan daerah—Jamkesda!" tegas Pak Umar. "Disebut sindir menantu, kenapa ketika BOS dari pusat tak cukup untuk memenuhi kebutuhan nyata, kepala daerah malah merestui sekolah melakukan pungutan! Termasuk, kepala daerah yang saat kampanye menjanjikan sekolah gratis! Padahal, konstitusi menetapkan 20% APBN dan APBD untuk pendidikan! Mana yang dari APBD sehingga sekolah direstui membuat pungutan?"
"Umar Bakri! Umar Bakri!" keluarga guru nyanyi bersama sambil tepuk tangan mendaulat guru favorit Iwan Fals itu. "Tapi, Pak Umar Bakri harus berjuang ke DPRD dan Pemprov, Pemkab, dan Pemkot agar mewujudkan 20% APBD untuk pendidikan, menjernihkan dari segala akal-akalan terhadap APBD pendidikan seperti selama ini!"
"Bukan saya yang harus berjuang!" jawab Umar
"Pertama, yang harus tampil di depan Dewan Pendidikan pada tingkat masing-masing! Malah, bisa meminta APBD pendidikan diaudit kebenaran penggunaannya untuk pendidikan, bukan cuma akal-akalan! Mendukung perjuangan itu tentu PGRI, FMGI, Persatuan Guru Honorer, dan LSM!" "Tak boleh ketinggalan, ikut berjuang Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) karena salah-salah mereka bisa kena jerat dengan pungutan yang dilakukan itu!" timpal istri kepala sekolah. "Tapi, secara prinsip sebenarnya tak ada masalah, sebab kalau dana jaminan kesehatan nasional kurang bisa ditutupi Jamkesda, justru biaya pendidikan yang dijamin konstitusi tak mungkin dielakkan terus-menerus dari semestinya!" ***
"Pertama, yang harus tampil di depan Dewan Pendidikan pada tingkat masing-masing! Malah, bisa meminta APBD pendidikan diaudit kebenaran penggunaannya untuk pendidikan, bukan cuma akal-akalan! Mendukung perjuangan itu tentu PGRI, FMGI, Persatuan Guru Honorer, dan LSM!" "Tak boleh ketinggalan, ikut berjuang Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) karena salah-salah mereka bisa kena jerat dengan pungutan yang dilakukan itu!" timpal istri kepala sekolah. "Tapi, secara prinsip sebenarnya tak ada masalah, sebab kalau dana jaminan kesehatan nasional kurang bisa ditutupi Jamkesda, justru biaya pendidikan yang dijamin konstitusi tak mungkin dielakkan terus-menerus dari semestinya!" ***
0 komentar:
Posting Komentar