Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

"MEDIA nasional heboh menanggapi vonis ringan terhadap hakim (nonaktif) Syarifuddin Umar yang terbukti bersalah tertangkap tangan menerima suap Rp250 juta dari kurator PT Skycamping Indonesia Puguh Wirawan!" ujar Umar. "Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis dia hanya 4 tahun penjara, dari tuntutan jaksa 20 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan!" "Vonis itu dinilai ringan karena dibanding dengan tuntutan jaksa yang amat berat itu—hingga vonis cuma seperlima tuntutan!" timpal Amir. "Tapi jika dibanding vonis kasus korupsi cek pelawat para anggota DPR antara 2,5 tahun dan 4 tahun, justru vonis terhadap hakim itu relatif berat! Jadi, masalah sebenarnya, vonis kasus korupsi tokoh-tokoh yang seharusnya jadi teladan dan acuan moral masyarakat itu cenderung terlalu ringan!" 

"Sudah pun contoh moralitas buruk yang mereka tebar, vonis ringan yang tak efektif memberi efek jera pula yang diberikan! Itu masalah inti kenapa media nasional bereaksi heboh terhadap vonis itu!" tegas Umar. "Posisi sosial dan struktural formal sebagai kelompok panutan, yang ketika melakukan perbuatan melanggar hukum harus dihukum lebih berat, ternyata malah sebaliknya! Akibatnya, justru keteladanan dalam melakukan korupsi yang ditiru para pengikutnya! Ini menjadi penyebab korupsi meningkat dua kali lipat—menurut data Mabes Polri, dari 2010 sebanyak 585 kasus, 2011 menjadi 1.323 kasus!" (Kompas, 27-2). "Sampai di situ, pengadilan sebagai representasi kekuasaan negara dalam mewujudkan keadilan hukum di tengah kehidupan masyarakat bangsa menunjukkan arah kurang tegas dan jelas dalam usaha memberantas korupsi, padahal korupsi itu penyakit kanker yang amat berbahaya dalam proses mewujudkan keadilan hukum maupun keadilan substantif—sosial-ekonomi!" timpal Amir. 

 "Apalagi di negeri ini apa yang dijuluki mafia hukum, mafia peradilan, dan sejenisnya demikian kokoh sehingga Satgas Antimafia Hukum yang dibentuk Presiden SBY tumbang tanpa jejak reputasi yang memuaskan rakyat!" "Karena itu, pengadilan sebagai representasi kekuasaan negara harus bisa memberi arah yang tegas dan jelas bagi mewujudkan keadilan hukum, bukan cenderung malah sebaliknya!" tegas Umar. "Itu berarti, pengadilan harus memberi putusan luar biasa terhadap kasus korupsi yang telah disepakati bangsa sebagai kejahatan luar biasa! Pengadilan bisa terkesan hilang arah saat memvonis ringan kejahatan luar biasa—yang dilakukan sosok panutan pula!" ***

0 komentar: