Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

'KPK Baru', Hukum Menjadi Guyonan!

"HEBAT! Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid tiga menjadikan kegiatan penegakan hukum sebagai guyonan!" tukas nenek usai menyaksikan konferensi pers Ketua KPK Abraham Samad yang menyatakan Angelina Sondakh sebagai tersangka. "Tata cara konferensi pers aparat penegak hukum memang belum diatur dalam sejenis KUHAP. Tapi, pernyataan tentang status seseorang dalam suatu perkara merupakan bagian dari proses hukum! Karena itu, jika dalam proses hukum yang semestinya disampaikam kepada publik dengan sikap formal itu dilakukan lewat guyonan, hukum pun praktis di forum formal dipraktekkan jadi pentas dagelan!"

"Nenek yang penggemar OVJ, Sentilan-Sentilun, dan acara humor lainnya di televisi kok malah sewot pada gaya cengengesan Ketua KPK dalam konferensi pers kasus Angelina Sondakh?" timpal cucu. "Padahal, gaya 'KPK baru' konferensi pers guyon itu bisa jadi justru untuk bisa menarik penggemar acara humor di televisi menjadi penonton acara berita, lebih-lebih berita tentang korupsi, sehingga gerakan antikorupsi jadi lebih merakyat! Lebih penting lagi, kalau koruptor dijadikan guyon, bahan tertawaan publik, hingga mencapai trial by the comedy, bukan mustahil jadi tertawaan masyarakat bisa dirasakan koruptor lebih sakit daripada hukuman badan!" "Kemungkinan demikian bisa saja!" sambut nenek. "Tapi, jika itu terjadi dan pangkalnya dari pratek aparat penegak hukum, proporsi hukum bergeser dari legal-formal menjadi dagelan-legal! Padahal dalam prinsip due process of law, untuk mencapai keadilan hukum, maka pada setiap langkah terkait semua dimensi prosesnya harus berdasar sikap adil serta berorientasi kebenaran!" 

"Maksud nenek sikap cengengesan itu tidak adil dan tidak benar bagi tersangka dalam asas praduga tak bersalah?" tambah cucu. "Tidak pada tempatnya tersangka dijadikan tertawaan!" "Jangankan tersangka yang belum tentu bersalah! Orang yang nyata-nyata punya cacat pun dalam masyarakat tak boleh dijadikan tertawaan!" tegas nenek. "Orang yang punya kekuasaan memang cenderung bertindak asal tidak secara formal melanggar hukum! Padahal, orang berkuasa juga dijadikan teladan masyarakat sehingga faktor etiket—patut atau tidaknya sesuatu yang ia lakukan menjadi jauh lebih penting!" "Tapi justru etiket—dari cara bersikap sampai cara bicara di depan publik—itu sekarang sukar didapat keteladanannya dari para pemimpin!" timpal cucu. "Bahkan itulah hakikat krisis etika-moral bangsa dewasa ini—krisis keteladanan pemimpin!" ***

0 komentar: