Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Menyimak Cara Berpikir Nenek! (2)

"TAPI, bagaimana cara pihak yang kuat membuktikan sikapnya selalu memberi yang terbaik pada kalangan lemah?" tanya cucu. "Salah satu contohnya yang dilakukan Perdana Menteri Naoto Kan!" jawab nenek. "Meski orang-orang luar negeri (termasuk Indonesia) memuji bagusnya cara ia menangani korban tsunami, justru di Diet (parlemen) kecewa dan menilai dia gagal, terutama dalam mengamankan kebocoran reaktor nuklir Fukushima. Ia terima tuduhan tak mampu memberikan yang terbaik pada para korban tsunami—dan ia pun mundur dari jabatan Perdana Menteri 26 Agustus 2011." "Kalau di sini pasti pejabatnya mengelak tak mau mengakui kegagalannya, berkilah dengan aneka retorika!" timpal cucu. "Lebih buruk lagi, malah menyalahkan korban, tak bisa diatur!" "Di Jepang, sampai mengecewakan korban itu memang tak ada alasan yang bisa dibuat karena anggaran tak terbatas!" jelas nenek.

"Di sini juga kalau untuk membantu para korban bencana alam sebenarnya tak terbatas, berapa saja tak ada yang protes!" tukas cucu. "Masalah justru karena pejabat yang tidak menjadikan bencana sebagai prioritas, tapi selalu ada hal lain yang lebih dia utamakan dalam alokasi anggaran! Soalnya, memberikan yang terbaik kepada kalangan lemah belum menjadi tradisi di sini!" "Sebenarnya elite kita juga kepingin memberikan yang terbaik kepada kalangan lemah, cuma keinginan itu tak kesampaian akibat kemampuan diri mereka terbatas!" timpal nenek. "Contohnya, APBN 2011 untuk pengentasan kemiskinan Rp86,1 triliun, ini dana yang tak sedikit, tapi dari laporan BPS terakhir, jumlah warga yang bisa dientaskan dari kemiskinan cuma 130 ribu orang—dari 30,02 juta orang menjadi 29,89 juta orang miskin! (Kadir Ruslan, Kompasiana.com, 8-1) Artinya, sekitar Rp660 juta untuk mengentaskan setiap satu orang miskin!" 

"Andai yang berhasil dientaskan 1 juta orang, berarti Rp86 juta per orang!" timpal cucu. "Sedang kalau Rp86,1 triliun itu dibagi rata kepada 30,02 juta orang miskin, per orang dapat Rp2,8 juta! Dengan garis kemiskinan konsumsi Rp244 ribu/orang/bulan, pada tahun itu tak ada lagi orang miskin tercatat dalam statistik Indonesia!" "Nah, apakah dengan begitu elite negeri kita bisa disebut telah memberi yang terbaik kepada kaum lemah?" tanya nenek. "Belum bisa!" tegas cucu. "Kalau memberi, secara nyata pemberian itu ada diterima! Masalahnya, kalau uang yang harus diberikan itu tak sampai ke tangan yang seharusnya menerima, lantas dikemanakan uang sebanyak itu?" ***

0 komentar: