Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Nalar Politisi Ditumpulkan 'Shock' Kuasa!

"SAAT Andi Mallarangeng selaku Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat (PD) di Bali menyatakan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Ketua Dewan Pembina PD kecewa dan marah besar mengetahui Angelina Sondakh dipindahkan ke Komisi III DPR yang membidangi hukum, rakyat kebanyakan langsung nyeletuk, dasar nalar politisi bebal!" ujar Umar. "Karena dengan berada di komisi itu, Angie sebagai tersangka di KPK bisa memanggil dan menjitak KPK!" "Bebal nalar politisi yang kau pakai itu ternyata ungkapan lain dari istilah formal yang dipakai SBY—pemindahan itu langkah yang tidak cerdas!" timpal Amir. "Kebebalan nalar sementara politisi Senayan yang membuat berang SBY itu cuma salah satu percikan gejalanya! Dari kasus yang mengalir, mulai studi banding ke luar negeri anggota DPR yang menghabiskan dana ratusan miliar rupiah, pembangunan gedung baru DPR yang akhirnya dibatalkan, sampai segala macam pemborosan yang tak henti disoroti pers, langkah yang menonjolkan kebebalan nalar politisi itu tampak nyaris menjadi masalah rutin!"

"Disebut bebal karena secara nyata tak mampu menalari perasaan mayoritas rakyat yang masih hidup menderita, dengan kegemaran para politisi itu memboroskan dana yang tidak sedikit pun mencerminkan komitmennya pada kepentingan rakyat yang amat membutuhkan setiap sen dana untuk menyambung hidup!" tukas Umar. "Hal itu terjadi cenderung akibat kebanyakan anggota DPR terkena shock—kejutan—kekuasaan yang seketika menggelembungkan dirinya hingga terasa amat besar dan kuat dengan sikap mentang-mentang bisa berbuat sesuka-sukanya!" "Berarti shock kekuasaan yang membuatnya jadi bersikap mentang-mentang itulah yang telah menumpulkan nalar banyak politisi Senayan!" timpal Amir. 

"Masalahnya, dari mana datangnya shock kekuasaan itu sehingga mencekam para politisi jadi bersikap mentang-mentang begitu?" "Pencarian jawaban untuk itu merupakan bidang kajian psikolog!" jawab Umar. "Sedang kita cuma bisa berharap para politisi Senayan introspeksi, menalar ulang komitmennya pada kepentingan rakyat sebagai ajang pengabdiannya—sehingga tidak lagi selalu lebih cenderung memaksakan kehendak untuk mendahulukan tercapainya kepentingan pribadi!" "Untuk kembali ke komitmen dasar perjuangan itu diperlukan pemicu yang kuat!" timpal Amir. "Pada kasus ini bisa bertolak dari istilah yang dipakai dalam pernyataan SBY, langkah itu tidak cerdas—makna harfiahnya, dasar guoblok!" ***

0 komentar: