"TATANAN sosial tradisional yang berabad-abad memelihara harmoni simbiosis mutualistis, yang kuat dan yang lemah hidup dalam kebersamaan saling menghidupi, kini tercabik-cabik dan diganti homo homini lupus, saling memangsa di antara sesama!" ujar Umar. "Itu terlihat dari hilangnya budaya bawon pada tetangga dan kerabat saat panen, sampai bakar-bakaran aset milik perusahaan di Mesuji!"
"Itu terjadi karena Orde Baru secara sengaja membongkar tatanan sosial tradisional lewat dalih menciptakan tatanan sosial Pancasila, tapi menggantinya dengan tatanan komando terpusat yang menonjolkan kekuasaan sebagai panglima, dengan mengorientasikan secara nyata yang kuat memangsa yang lemah! Di era reformasi, pola itu diubah dengan bangkitnya keberanian kalangan yang lemah untuk melawan yang kuat lewat kebangkitan budaya massa, jadilah kini tatanan sosial saling memangsa, seperti di Mesuji!"
"Masalah utamanya grip atau cengkeraman penguasa pada rakyat setelah lepas pada akhir Orde Baru, sejauh ini belum bisa dikembalikan!" tegas Umar. "Grip yang lepas itu baik dalam arti pemerintahan maupun law enforcement! Celaka dua belasnya, tatanan terpusat belum berakhir sepenuhnya sehingga sengketa tanah 1 rante saja tak bisa diselesaikan tokoh-tokoh lokal, tapi harus sampai ke kasasi Mahkamah Agung! Di sisi lain, perlawanan di luar sistem (pemerintahan dan hukum) justru kian marak, berakibat putusan berkekuatan hukum tetap pun tak bisa dieksekusi! Pemerintah (terutama pusat) lamban karena tak mampu menjalankan putusannya sendiri seperti rekomendasi TPF kasus Mesuji yang tak kunjung direalisasi hingga menumbulkan ekses lanjutan!"
"Pokoknya dengan semua itu tatanan sosial era reformasi sebuah realitas sosial yang kacau, istilah Kompas (26-2), negeri gonjang-ganjing!" timpal Amir.
"Tak ada kekuasaan (baik pemerintah maupun hukum) yang punya grip cukup kuat untuk mengendalikan gerakan budaya massa! Malah sering, foto presiden dibakar demonstran tanpa saksi hukum! Pemerintah hanya bersifat responsif atas kasus-kasus yang timbul, tapi tak tuntas menyelesaikan masalah! Konsekuensinya, bara-bara konflik tetap membara dalam sekam di seantero negeri!" "Simpulnya, rezim penguasa—eksekutif, legislatif—yudikatif telah gagal mewujudkan tatanan sosial yang sesuai ideal reformasi!" tegas Umar. "Penyebabnya karena organ rezim penyakitan dan banyak pejaba
"Tak ada kekuasaan (baik pemerintah maupun hukum) yang punya grip cukup kuat untuk mengendalikan gerakan budaya massa! Malah sering, foto presiden dibakar demonstran tanpa saksi hukum! Pemerintah hanya bersifat responsif atas kasus-kasus yang timbul, tapi tak tuntas menyelesaikan masalah! Konsekuensinya, bara-bara konflik tetap membara dalam sekam di seantero negeri!" "Simpulnya, rezim penguasa—eksekutif, legislatif—yudikatif telah gagal mewujudkan tatanan sosial yang sesuai ideal reformasi!" tegas Umar. "Penyebabnya karena organ rezim penyakitan dan banyak pejaba
0 komentar:
Posting Komentar