"DI negeri pendusta, tak pintar berdusta masuk penjara!" Umar membaca monolog. "Barang siapa lihai berdusta berhak atas posisi dan kedudukan tinggi di pemerintahan maupun lembaga negara!"
"Itu das sein, bukan sas sollen!" timpal Amir. "Artinya, itu realitas, bukan idealitas!"
"Realitas hidup sesungguhnya telah berubah jadi panggung sandiwara, setiap warga bersaing adu piawai berakting memperebutkan pemeran utama berdusta dari pakem lakon yang disesuaikan dengan kepentingan penguasa!" tegas Umar. "Dan di panggung kekuasaan itu tak lain justru realitas kehidupan para bangsawan nan bermewah ria, tanpa empati sedikit pun pada penderitaan rakyat jelata! Gaya hidup mewah itu dibungkus slogan penuh dusta—pengabdian dan pengorbanan menunaikan amanat penderitaan rakyat, usaha menyejahterakan wong cilik! Slogan gombal jadi simpul semua dusta yang semakin membenam rakyat dalam kesengsaraan berkepanjangan!"
"Gombal demi gombal menuai kepuasan yang terlampias justru ketika dusta diterima sebagai kebenaran, tanpa kecuali cuma kebenaran semu yang dicapai lewat berbagai pembenaran hasil rekayasa!" timpal Amir. "Kepuasan diraih lewat dusta-dusta yang menyengsarakan rakyat tanpa diiringi kesadaran untuk menyesali kesalahan buah dusta-dusta yang terlembaga!"
"Semua itu merajalela karena di negeri pendusta asas praduga tak bersalah dijunjung tinggi-tinggi di kedudukan-kedudukan tinggi sehingga para petinggi mendapatkan perlindungan penuh asasnya atas segala gaya dan nada dustanya!" lanjut Umar. "Akibat terlalu tingginya dijunjung asas praduga tak bersalah oleh para pettinggi dari ketinggian tempat kedudukan mereka, rakyat kelas bawah tak bisa menjangkaunya! Ditambah ketidakpintaran mereka berdusta, justru praduga bersalah yang lebih mudah menjerat dan menyeret mereka masuk penjara!"
"Begitulah di negeri pendusta, tak pintar berdusta masuk penjara!" timpal Amir. "Sedang pendusta, lebih-lebih yang pintar menempatkan diri di balik payung perlindungan penguasa—pemilik mesin rekayasa pembenaran mengubah dusta jadi kebenaran—selalu bisa lolos dari incaran aparat yang berhamba pada kepentingan penguasa!" "Di negeri pendusta, tak ada mafia hukum atau mafia peradilan dan sejenisnya karena semua undang-undang ciptaan pendusta, dijalankan sesuai arahannya pula!" tegas Umar. "Dan karena segalanya dusta, penguasa bisa mengklaim itulah kebenaran berdasar kesepakatan bersama!" ***
"Begitulah di negeri pendusta, tak pintar berdusta masuk penjara!" timpal Amir. "Sedang pendusta, lebih-lebih yang pintar menempatkan diri di balik payung perlindungan penguasa—pemilik mesin rekayasa pembenaran mengubah dusta jadi kebenaran—selalu bisa lolos dari incaran aparat yang berhamba pada kepentingan penguasa!" "Di negeri pendusta, tak ada mafia hukum atau mafia peradilan dan sejenisnya karena semua undang-undang ciptaan pendusta, dijalankan sesuai arahannya pula!" tegas Umar. "Dan karena segalanya dusta, penguasa bisa mengklaim itulah kebenaran berdasar kesepakatan bersama!" ***
0 komentar:
Posting Komentar