JUMPA makhluk mirip jin “Jarum 76” di televisi, Edi ketakutan dan membaca mantra mengusirnya. Setelah berulang dia baca mantranya, makhluk itu bukan menghilang, tapi malah terkekeh menukas, "Isone mung sa'mono! (Bisanya cuma segitu!)”
Tapi Edi yang semakin ketakutan dan cuma tahu satu-satunya mantra dari eyang (kakek) itu, ia terus mengulang-ulang mantra tersebut!
"Setop!" seru makhluk. "Itu bukan mantra untuk mengusir jin-setan-demit! Bacaan yang kau ulang-ulang itu justru mantra semar mesem (semar tersenyum) sehingga makhluk yang kau tuju dengan mantra itu bukannya pergi, melainkan malah jatuh cinta padamu!"
Edi nyengir mendengarnya karena baru saat itu ia tahu mantra apa sebenarnya yang diwariskan eyangnya. "Berarti program-program semacam mantra yang ditujukan kepada rakyat untuk mengusir kemiskinan selama ini ternyata bukan mantra mengusir kemiskinan dari rakyat, tapi justru mantra semar mesem yang cuma membuat rakyat jatuh cinta pada penguasa meskipun mereka tetap miskin?" tanya Edi.
"Kenyataannya bagaimana?" jawab jin balik bertanya yang dijawabnya sendiri, "Seperti salah satu programnya bantuan langsung tunai (BLT) kompensasi kenaikan harga BBM. Dengan bantuan Rp100 ribu/bulan/keluarga apa mungkin bisa mengusir kemiskinan dari keluarga Indonesia yang rata-rata terdiri dari empat jiwa (sepasang suami-istri dengan dua anak)? Menurut logika bahkan mustahil! Sebaliknya akibat keasyikan ngelamun menunggu datangnya BLT, orang malah jadi malas bekerja!"
"Ah lo, jin sok tau!" timpal Edi.
"Lebih parah lagi, orang yang jatuh cinta akibat mantra semar mesem bukan saja jadi pengkhayal lupa kerja, tak kepalang juga jadi lupa makan dan lupa tidur!" tegas jin. "Dalam bahasa ketopraknya, kondisi kejiwaan seperti itu disebut gandrung—rela berkorban apa saja asal bisa mendapatkan yang dirindu!" "Kalau begitu, dalam bentuk apa pun mantra semar mesem yang ditujukan ke rakyat itu justru bersifat negatif karena rakyat miskin bukan lagi berjuang untuk mengentaskan dirinya dari lembah di bawah garis kemiskinan, melainkan malah lupa kewajiban keluarganya karena gandrung semata pada bantuan penguasa!" tukas Edi. "Celakanya, nilai bantuan yang dicapai lewat kondisi kejiwaan gandrung itu tak mampu benar-benar mengentaskan keluarganya dari lembah kemiskinan! Akibatnya, terbenamlah mereka turun-temurun di lembah derita itu!" ***
"Lebih parah lagi, orang yang jatuh cinta akibat mantra semar mesem bukan saja jadi pengkhayal lupa kerja, tak kepalang juga jadi lupa makan dan lupa tidur!" tegas jin. "Dalam bahasa ketopraknya, kondisi kejiwaan seperti itu disebut gandrung—rela berkorban apa saja asal bisa mendapatkan yang dirindu!" "Kalau begitu, dalam bentuk apa pun mantra semar mesem yang ditujukan ke rakyat itu justru bersifat negatif karena rakyat miskin bukan lagi berjuang untuk mengentaskan dirinya dari lembah di bawah garis kemiskinan, melainkan malah lupa kewajiban keluarganya karena gandrung semata pada bantuan penguasa!" tukas Edi. "Celakanya, nilai bantuan yang dicapai lewat kondisi kejiwaan gandrung itu tak mampu benar-benar mengentaskan keluarganya dari lembah kemiskinan! Akibatnya, terbenamlah mereka turun-temurun di lembah derita itu!" ***
0 komentar:
Posting Komentar