"MESKIPUN DPRD dan Pemerintah Provinsi Lampung meminta Bulog mengutamakan penyerapan beras petani ketimbang impor beras, Bulog melanjutkan kebijakan impor dengan pekan ini memasukkan 15 ribu ton beras asal India!" ujar Umar. "Itu impor pertama tahun ini, setelah 2011 mengimpor 75 ribu ton untuk Lampung!"
"Jumlah impor itu bisa dihitung dari selisih target dan realisasi penyerapan beras petani Lampung oleh Bulog!" kata Amir. "Pada 2011, dari target 120 ribu ton, Bulog hanya menyerap dari petani 44 ribu ton! Sisanya 75 ribu ton ditutupi beras impor asal Vietnam! Pada 2012, target penyerapan beras petani Lampung oleh Bulog 190 ribu ton, realisasi belum jelas, belum panen raya (Maret—April), sudah impor beras asal India 15 ribu ton!"
"Tampak ketakkonforman harapan pimpinan daerah Lampung dengan kebijakan Bulog yang merepresentasikan Lembaga Pusat!" tukas Umar. "Dari nada tinggi protes DPRD setiap bicara soal ini, tercium auranya sebagai konflik pusat-daerah dalam kasus impor beras untuk Lampung!"
"Asumsi adanya konflik pusat-daerah itu justru tersimpul dari sikap ketakpedulian Bulog melabrak harapan pimpinan daerah Lampung dengan terus menggenjot impor beras hingga maksimal!" timpal Amir. "Lebih nyata lagi esensi konflik pusat-daerah itu pada standar pusat atas harga gabah dan beras petani yang tak bisa dilanggar Bulog, dengan realitas harga di daerah yang jauh lebih tinggi! Jadi konflik pusat-daerah itu simultan dari harapan pimpinan daerah yang kandas hingga harga yang tak sesuai!"
"Konflik harga terjadi, karena standar harga pusat untuk produk kualitas rendah, sedang kualitas produk petani Lampung jauh lebih tinggi secara multidimensi—dari kondisi fisik sampai rasanya!" tegas Umar.
"Idealnya, pusat membuat standar harga yang lengkap untuk aneka kualitas gabah dan beras petani, tak sebatas standar kondisi fisik dengan kadar airnya! Hal ini tak terlepas dari realitas di pasar dalam negeri, di setiap daerah selalu ada beras kualitas istimewa dari petani!" "Konflik pusat-daerah terkait harga di Lampung kritis karena langkah pusat seperti Bulog untuk menurunkan harga, sedangkan petani umumnya menikmati tingginya harga panenan mereka, yang pada Desember 2011 nilai tukar petani (NTP) Provinsi Lampung 123,74%!" timpal Amir. "Lebih signifikan, dari NTP Provinsi itu, khusus NTP padi dan palawija 133,63%! Pimpinan daerah Lampung tak setuju impor beras karena bisa membanjirkan beras murah di Lampung sehingga menjatuhkan harga beras petani! Petani dirugikan!" ***
"Idealnya, pusat membuat standar harga yang lengkap untuk aneka kualitas gabah dan beras petani, tak sebatas standar kondisi fisik dengan kadar airnya! Hal ini tak terlepas dari realitas di pasar dalam negeri, di setiap daerah selalu ada beras kualitas istimewa dari petani!" "Konflik pusat-daerah terkait harga di Lampung kritis karena langkah pusat seperti Bulog untuk menurunkan harga, sedangkan petani umumnya menikmati tingginya harga panenan mereka, yang pada Desember 2011 nilai tukar petani (NTP) Provinsi Lampung 123,74%!" timpal Amir. "Lebih signifikan, dari NTP Provinsi itu, khusus NTP padi dan palawija 133,63%! Pimpinan daerah Lampung tak setuju impor beras karena bisa membanjirkan beras murah di Lampung sehingga menjatuhkan harga beras petani! Petani dirugikan!" ***
0 komentar:
Posting Komentar