Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Paradoks Korupsi, 'Gayus Baru' pun Bermunculan!

"PATAH tumbuh hilang berganti, esa hilang dua terbilang, begitulah realitas korupsi di Indonesia, meskipun tekad penguasa memberantas kejahatan luar biasa itu tak henti diserukan!" ujar Umar. "Terakhir, seorang pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Da (38), ditahan Kejaksaan Agung setelah sejumlah rekeningnya di bank senilai Rp28 miliar ditemukan PPATK! 'Gayus baru' dari Ditjen Pajak itu, kata Arnold Angkauw, direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejakgung, juga punya 250 ribu dolar AS dan emas 1 kg yang telah disita!" "Itu baru satu dari ratusan rekening gendut PNS muda yang ditemukan PPATK, di luar lebih 2.000 transaksi mencurigakan di kalangan DPR!" timpal Amir. "Kalau semua itu bisa ditindaklanjuti polisi, jaksa, dan KPK, korupsi di negeri kita bukan lagi sekadar esa hilang dua terbilang, tapi gugur satu (divonis bebas) tumbuh seribu! Kalau penindakan lanjut benar-benar dilakukan, terjadi paradoks pemberantasan korupsi—semakin keras seruan penguasa untuk memberantas korupsi, semakin banyak orang melakukan korupsi!" 

"Bagaimana paradoks itu terjadi?" tanya Umar. "Gagalnya keteladanan dari atasan, yang keras cuma suaranya saja sehingga mengakibatkan peniruan masif pada strata bawahannya!" tegas Amir. "Itu tak terlepas dari pseudomatika—seolah-olah—peraturan digembar-gemborkan telah dijalankan semestinya, tapi justru bawahan yang melaksanakan perintah atasan dibebani kewajiban yang hanya bisa dipenuhi jika peraturan itu cuma seolah-olah saja dijalankan!" "Kalau begitu, pada prinsipnya korupsi dilakukan secara berjamaah, dengan atasan sebagai 'imam' bawahan mengikuti arahannya, meskipun sang atasan pura-pura tak tahu dan di pengadilan mengaku tak mencampuri pekerjaan yang ditangani bawahan!" timpal Umar.

 "Tanpa peduli, atasan sebenarnya menerima bagian paling besar dari hasilnya! Tapi di pengadilan, bawahan harus menanggungjawabi semuanya dengan membatasi sampai dirinya saja yang terkait korupsi, atasan selalu terlihat bersih dari cemaran noda korupsi!" "Artinya, bawahan harus sungguh-sungguh menjaga dengan segala konsekuensi agar atasan bisa menjadi tokoh hipokrit sejati atau munafik yang sempurna!" tukas Amir. "Begitulah paradoks tersebut terjadi karena dalam korupsi berjamaah, untuk ‘menyelamatkan' seorang 'imam' justru jamaah—yang jumlahnya jelas bejibun—dikorbankan! Karena praktek atasan selalu bisa jalan terus, korupsi kian merajalela! 'Gayus baru' pun bermunculan!" ***

0 komentar: