"SATU dekade reformasi, dasar kultural bagi masyarakatnya yang kritis, tradisi kritik, belum terbangun!" ujar Umar. "Presiden SBY sebenarnya amat menyadari pentingnya tradisi itu sehingga membuka jalur hotline di 9949 dan PO Box 9949 Jakarta 10000, tapi hasilnya belum optimal! Nasib Arif Rohmana, guru Pandeglang, yang sempat 18 jam ditahan polisi akibat mengirim SMS ke telepon Ibu Negara, salah satu petunjuknya!"
"Staf Ahli Presiden, Heru Lelono, menyatakan di televisi, semua keluhan atau laporan yang masuk hotline Presiden diproses! Malah ada yang dibawa ke sidang kabinet! Namun, sebagian diteruskan ke instansi yang terkait untuk ditangani!" sambut Amir. "Pada kasus Arif, bisa saja SMS diteruskan ke PLN atau PLTU Labuan, tapi mungkin, di alamat terakhir ini diperam sehingga Arif frustrasi!"
"Maka itu, untuk membangun tradisi kritik hingga melembaga, pengelolaan hotline Presiden perlu dibenahi dengan mekanisme kontrol terhadap proses di instansi teknis yang menerima terusan hotline Presiden!" tegas Umar. "Seiring itu, dibuat standar pelayanan keluhan, laporan dan kritik dari warga di kantor pemerintahan dan DPRD, agar tak lagi terjadi ratusan warga yang menyampaikan keluhan menginap berhari-hari di DPRD, tak satu pun wakil rakyat melayaninya!"
"Standar penyampaian dan pelayanan kritik itu perlu dibangun sebagai tradisi kritik dalan masyarakat reformis yang terus bertambah kritis oleh semangat keterbukaan era reformasi, justru sebagai kemajuan peradaban!" timpal Amir. "Amat pentingnya tradisi itu, menjaga agar saluran kritik tidak tersumbat, sesuai pengalaman bangsa, jika saluran kritik tersumbat berkepanjangan seperti era Orde Baru, bisa meledak jadi amuk massa yang simultan pada kerusuhan Mei 1998!"
"Amuk massa yang mudah tersulut awal reformasi itu, didorong kemajuan IT dan media massa telah berubah menjadi pola kritis di jalan damai, berupa unjuk rasa dan SMS yang jauh lebih beradab!" tegas Umar. "Sebaliknya, di pihak penguasa yang cenderung justru makin tertutup! Kecenderungan itu bahkan terjadi sistemik, dengan keluarnya UU ITE, RUU Rahasia Negara, revisi UU Antiterorisme, tegangan yang lebih tinggi dari era Orde Baru!"
"Pergeseran dari gejala amuk massa ke unjuk rasa dan SMS itu tak lepas dari iklim demokratis yang tercipta oleh UU Keterbukaan Informasi Publik, melengkapi serangkai UU yang mengaktualkan semangat reformasi!" sambut Amir. "Inkonsistensi legislasi yang cenderung bergeser dari haluan reformasi itu layak dipertanyakan—mau dibawa ke mana reformasi? Gejala memutar balik arah reformasi ini hanya bisa dicegah dengan tradisi kritik, sarana aktualisasi sikap dasar rakyat yang telah melahirkan reformasi—dan melembaga jadi kebiasaan hidup—mengawal arah reformasi itu sendiri!"
"Pergeseran dari gejala amuk massa ke unjuk rasa dan SMS itu tak lepas dari iklim demokratis yang tercipta oleh UU Keterbukaan Informasi Publik, melengkapi serangkai UU yang mengaktualkan semangat reformasi!" sambut Amir. "Inkonsistensi legislasi yang cenderung bergeser dari haluan reformasi itu layak dipertanyakan—mau dibawa ke mana reformasi? Gejala memutar balik arah reformasi ini hanya bisa dicegah dengan tradisi kritik, sarana aktualisasi sikap dasar rakyat yang telah melahirkan reformasi—dan melembaga jadi kebiasaan hidup—mengawal arah reformasi itu sendiri!"
================================
Pembaca, Buras ini pernah dimuat 4
September 2009.
Dimuat kembali karena penulis H. Bambang Eka Wijaya berhalangan
sakit.
================================
0 komentar:
Posting Komentar