SEORANG penjaja keliling satai ayam curhat ke juragannya, "Kenapa sih pikulan bakul dan tungku satai kita dibuat melengkung ke atas, padahal dengan beban di kedua ujungnya lebih enak dipikul kalau melengkung ke bawah!"
"Wow... kau ndak tau itu karya genius nenek moyang kita!" entak juragan. "Melengkung ke atas itu menunjukkan kaum pria kita perkasa, tak ada beban yang dianggap berat apalagi sampai loyo merunduk ke bawah!"
"Tapi susah memikulnya dengan lengkungan pikulan justru tepat di pundak!" keluh penjaja. "Belum lagi beban yang dipikul tak seimbang, di satu sisi bakul berisi semua dagangan, di sisi lain cuma tungku pemanggang satai!"
"Kalau tungkunya kau masukkan ke bakul, habis terbakar bakul dan isinya!" kilah juragan, "Kau takkan mengeluh lagi soal pikulan kalau sudah seperti para seniormu, jualannya laku banyak meskipun dagangan yang dipikul lebih berat!"
"Kalau penghasilannya lebih besar, beban yang berat pun terasa lebih ringan!" timpal penjaja. "Tapi kenapa bagi hasil yang kuterima semakin lama jadi terus merosot?"
"Itu karena harga ayam potong cenderung terus naik mengejar harga daging sapi yang naik dua kali lipat!" jelas juragan.
"Harga ayam potong sebelumnya Rp17.500—Rp20 ribu/ekor, sekarang jadi Rp27.500—Rp30 ribu/ekor, atau naik 50%, padahal harga satai kita tak naik! Kalau harga satai naik, pembeli berkurang, lama-kelamaan bisa kehabisan pembeli!"
"Kenaikan harga daging sapi dua kali lipat hingga diikuti harga daging lainnya itu hanya akibat ilusi kaum elite, dengan membatasi impor daging akan bisa membuat swasembada daging sapi lokal!" tegas penjaja.
"Ternyata itu cuma ilusi karena semakin banyak sapi lokal dipotong, stoknya makin tipis! Dengan impor dibatasi pula, harga daging sapi jadi melonjak! Beban kenaikan harga akibat ilusi itu akhirnya harus dipikul rakyat! Bagi hasil penjaja satai ayam pun ikut merosot kena dampaknya!"
"Maka itu, jangan salahkan pikulanmu yang melengkung ke atas!" timpal juragan.
"Lebih malang lagi nasib rakyat yang harus memikul beban berat itu, ilusi elite itu palsu pula! Ilusi itu sebenarnya cuma dalih untuk meraup untung besar dari daging impor guna dibagi-bagi para penentu kebijakannya! Elite tak peduli rakyat yang rawan gizi semakin tak mampu memikul beban itu hingga tambah sengsara!" ***
0 komentar:
Posting Komentar