"KORUPSI punya dua sisi wajah!" ujar Umar. "Pertama sisi serakah, terlihat dari besarnya nilai korupsi yang digasak! Sisi kedua rakus, apa pun dilahap tanpa peduli besar-kecilnya nilai yang dikorupsi--seperti kasus korupsi benih bersubsidi! Sebenarnya berapa sih besar subsidi dalam benih itu? Tapi dengan tingkat kerakusan korupsi yang tinggi, digasak juga!"
"Paling menyedihkan luasnya skala korupsi benih bersubsidi di Lampung! Tim Kejaksaan Agung meneriksa sampai sembilan kepala dinas pertanian se-provinsi ini!" timpal Amir. "Apa tak ada lagi proyek lain yang lebih berdaging untuk dikorupsi, hingga cuma benih bersubsidi terpaksa dimainkan?"
"Puncaknya ketika keserakahan dan kerakusan berpadu dalam sebuah kasus, nilai korupsinya besar atas hal yang sangat tak pantas dikorupsi seperti pada kasus korupsi pengadaan kitab suci Alquran!" ujar Umar.
"Sebutan keterlaluan untuk kasus korupsi atas hal tak pantas dengan nilai kecil seperti atas benih bersubsidi! Sangat keterlaluan untuk kasus korupsi pengadaan kitab suci Alquran, paduan keserakahan dan kerakusan!"
"Masalahnya, bagaimana manusia bisa menjadi sangat keterlaluan seperti itu?" tukas Amir.
"Konon lagi yang menjadi seperti itu seorang tokoh pemimpin, berkapasitas kedudukan sebagai anggota DPR! Sampai-sampai tak bisa membedakan hal yang sangat tidak pantas untuk dia korupsi!"
"Celakanya sampai di persidangan pengadilan sang tokoh tetap merasa tidak bersalah dan menganggap perbuatannya sebagai bukan sebuah kesalahan!" timpal Umar.
"Kejadian-kejadian sedemikian membuat sifat-sifat kerakusan yang keterlaluan menjadi hal yang dianggap biasa--sikap imun terhadap tindak pidana korupsi! Akibatnya korupsi dirasakan masyarakat menjadi kejahatan rutin yang biasa-biasa saja, bukan mencekam sebagai kejahatan luar biasa--ekstra ordinary crime!"
"Imunnya masyarakat atas kejahatan korupsi karena telah menjadi hal rutin itu, sehingga masyarakat cenderung permisif terhadap tindak pidana korupsi, membuat korupsi bukan lagi sejenis kejahatan yang menakutkan untuk dilakukan!" tegas Amir. "Mungkin itu sebabnya hal yang nilainya relatif remeh-temeh pun, seperti benih bersubsidi, tak urung dikorupsi juga! Menyedihkan sekali realitas kerakusan di sekitar kita itu!" ***
0 komentar:
Posting Komentar