RI—Republik Indonesia—mulai 2015 di arena bisnis mondial tampil dalam entitas baru; Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Ini organisasi yang memadukan kekuatan negara-negara ASEAN sebagai kesatuan dalam menghadapi kekuatan bisnis luar kawasan.
Dengan demikian, MEA secara eksistensial harus hidup outward looking, pandangannya lebih berorientasi keluar!
Keharusan outward looking sebagai kekuatan ekonomi terpadu kawasan itu dimaksud untuk menghapus kecemasan akan kalah bersaing antara sesama negara ASEAN.
Konkurensi ke dalam memang sehat untuk mempertangguh daya saing masing-masing negara anggota, tapi ketika ketajamannya menjurus saling menjatuhkan di dalam, akibatnya tidak efektif sebagai paduan kekuatan bersama menghadapi pesaing dari luar kawasan. Kemungkinan akibatnya bisa dibandingkan dengan krisis ekonomi yang menimpa Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).
Artinya, terpenting justru bagaimana MEA sebagai kesatuan mencari benefit dari hubungan dengan Tiongkok, Jepang, Amerika (Utara), MEE, Arab, Asia Selatan, Afrika, kelompok emerging economy, dan sebagainya.
Tepatnya, unjuk gigi keluar kawasan, bukan saling hunus di dalam!
Untuk itu, ke dalam MEA sendiri tentunya diciptakan suasana keakraban yang saling mengisi dan saling mendukung sehingga setiap langkah dalam MEA sebagai ekspresi kebersamaan.
Tak mudah memang untuk mencapai suasana seperti itu, tapi jika niat dan tekad simbiosis mutualistis kuat melandasi kebersamaannya, rasa senasib warga kawasan akan terwujud.
Dengan kesatuan langkah MEA itu, hal yang relevan dihadapi sepanjang 2015 ini salah satunya perbaikan kondisi ekonomi AS, yang dalam kuartal ketiga 2014 telah tumbuh 5%. Ini bisa berpengaruh bukan saja pada MEA yang akhir tahun ini telah kehilangan nilai ringgit Malaysia dan baht Thailand lebih dari 5%, tapi juga ekonomi Tiongkok dan Jepang yang kemudian akan mengimbas ke MEA.
Tiongkok, dekade pertama abad 21 ini tumbuh di atas 10% per tahun, kini telah melambat di kisaran 7%. Sedang Jepang sedang kurang cerah, selain November tumbuh minus, Desember ini untuk pertama sejak 1955 tingkat tabungan warga Jepang negatif 1,3%.
Tabungan itu terdiri dari disposable income (sisa pendapatan tak terpakai) dan pembayaran pensiun, salah satu ukuran kemakmuran Jepang! (BBC, 26/12)
Penurunan daya ekonomi Tiongkok dan Jepang berpengaruh pada MEA, yang sedang butuh daya ekstra untuk menahan dolar agar tak mudik ke AS. ***