Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Harga Minyak Jatuh, AS Berjaya!

HARGA minyak mentah dunia sejak akhir November 2014 jatuh ke bawah 70 dolar AS/barel, dari di atas 100 dolar pada Juni. Washington Post dikutip Astro Awani (29/11) mencatat empat penyebab kejatuhan harga minyak, salah satunya produksi minyak Amerika Serikat (AS) dewasa ini mencapai dua kali lipat dari 2005. 

Ini membuat ekonomi AS berjaya diikuti perkasanya mata uang dolar! Penyebab pertama terus jatuhnya harga minyak mentah dunia, tulis Washington Post, karena pertemuan OPEC terakhir memutuskan tidak menurunkan produksi atau suplainya ke pasar. "OPEC tak berbuat apa-apa untuk menghentikan jatuhnya harga minyak dunia," tulis media itu.

Kedua, meski OPEC mempertahankan suplainya, produksi negara-negara lain juga terus meningkat. AS sendiri, menurut data Dewan Energi, meningkat nyaris dua kali lipat minyak mentah dibanding 2005. Selain AS, Kanada juga kini memproduksi minyak yang signifikan. 

Demikian pula Rusia yang sejak lama produksinya amat tinggi seperti halnya AS. Sedangkan Libya, yang produksinya terhenti sejak krisis politik 2011, kini produksi lagi. Melimpah minyak di pasar, harganya pun turun. Ketiga, permintaan menurun di Eropa dan Jepang. 

Di Eropa krisis ekonomi belum pulih, kebangkitan AS tak menolongnya sehingga permintaan minyak untuk Eropa belum pulih seperti sebelum krisis. Sedang di Jepang, permintaan turun sejak ambang dan resesi November 2014 yang berakibat pertumbuhan minus. 

 Keempat, semakin ramai kendaraan hemat energi. Washington Post mencatat rata-rata penggunaan BBM mobil di AS pada 2013 per galon (4 liter) sejauh 58 km, dibanding pada 1980-an hampir 40 km. "Jadi, tren turunnya harga minyak ini pada dasarnya disebabkan oleh hukum ekonomi yang paling mendasar—penawaran dan permintaan," tulis Washington Post. 

 Semua itu menjadi benefit simultan bagi ekonomi AS. Tersedianya BBM murah dengan suplai dan cadangan nasional yang besar, industri berjalan kondusif. Ini menggiurkan bagi dolar AS yang berkelana menempuh banyak risiko di luar negeri untuk pulang kampung. 

Lebih-lebih dolar yang lagi terjebak kelabilan poilitik lokal seperti di Thailand dan Indonesia. Ketika petunjuk kemantapan di negerinya cukup meyakinkan, hanya butuh selangkah—jual!—untuk pulang kampung. 

 Negeri yang politikusnya banyak tingkah tanpa mikir sepak-terjangnya menentukan penilaian investor, segera ditinggalkan investor. Iming-iming kemudahan kalah oleh rasa nyaman dalam kandungan modherland mereka sendiri! ***

0 komentar: