GURU besar FE-UI Emil Salim melihat ada kesalahan dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Misalnya, di sektor industri yang berjalan tanpa “otak” atau minim nilai tambah (detik.com, 22/10).
Contoh industri tanpa otak alias minim nilai tambah itu ia sebut logam dasar dengan pertumbuhan produksi terbesar, 11%. "Jangan pikir logam dasar itu hasil industri. Itu hanya mentah. Tanpa nilai tambah!" tukasnya.
Contoh lain, industri kelapa sawit.
Produk yang diekspor masih minyak sawit mentah atau crude palm oil—CPO. "Kalau hanya mentah yang diekspor, artinya tidak ada otak dalam produksi itu," tegasnya.
Sedang industri otomotif diproduksi di dalam negeri dan diekspor, tapi bahan bakunya masih impor. Akibatnya, industri tak bisa dijadikan penopang pertumbuhan ekonomi yang kuat. Kian digenjot, makin merusak fundamental ekonomi, karena tingginya impor menyulut defisit neraca perdagangan, mengganggu nilai tukar.
Untuk itu, skenario pembangunan industri kita harus dirombak. Investor asing tak bisa diharapkan memberi otak industri kita. Contohnya Freeport, sudah 40 tahun beroperasi di Indonesia, tapi tak ada industri tembaga. Ekspornya tergolong mentah, dalam bentuk konsentrat.
Karena itu, kekuatan nasional harus bisa diandalkan untuk memulai.
Misalnya industri hilir minyak sawit dan karet, dengan produsen terbesarnya PTPN, perlu konsorsium bank nasional mendukung membangun industrinya. Dengan itu, secara bertahap ekspornya berganti menjadi produk industri berotak!
Untuk itu, PTPN perlu belajar pada sebuah perkebunan nenas di Lampung.
Produksi industrinya yang dikalengkan dan siap pajang di toko, tak pakai merek sendiri, tapi pesanan dari ratusan merek terkenal dunia. Produksinya pun menguasai pasar dunia, marketing, dan promosinya ditanggung pemilik merek masing-masing.
Jadi, untuk industri minyak sawit tak perlu membuat mentega, minyak goreng, dan lainnya dengan merek sendiri, yang sukar bersaing dengan merek terkenal. Juga pabrik ban mobil dan sepatu dari industri karetnya!
Cari terobosan produksi merek terkenal. Industri pakaian jadi Indonesia, sudah lama melakukan itu.
Memberi otak pada industri kita memang suatu keharusan mutlak. Hanya dengan demikian nilai tambah produk ekspor bisa didapat, sekaligus meningkatkan PDB dalam menopang pertumbuhan agar kueh hasil pembangunan bertambah besar! Kalau kue hasil pembangunan tidak bertambah besar, tak cukup dibagi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat! ***
0 komentar:
Posting Komentar