HARI Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia pada 10 Desember digunakan kaum buruh di Indonesia untuk melancarkan aksi. Di Jakarta, 50 ribuan buruh berkumpul di Bundaran HI, selanjutnya long march di Jalan Thamrin menuju Monas.
Aksi nasional buruh itu, menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, seusai koordinasi dengan Kapolda Metro Jaya, Selasa (9/12), untuk membawa isu upah minimum provinsi (UMP) di tiap daerah, kemudian efek penaikan harga BBM bersubsidi dan tarif dasar listrik (TDL). Buruh berjanji kepada polisi, aksi mereka akan tertib, tidak akan anarki, seperti memblokade jalan hingga lalu lintas macet. (Kompas.com, 9/12)
Janji itu disampaikan saat hari itu aksi buruh di Tangerang menutup akses jalan tol hingga kemacetan jalan di sekitarnya terjadi berjam-jam. (Metro TV, 9/12) Semua itu menunjukkan tren radikalisasi gerakan kaum buruh di negeri kita masih terus meningkat.
Ini tidak terlepas dari kesadaran politik buruh atas hak-haknya yang menguat, di lain sisi kepercayaannya terhadap sistem perwakilan politik untuk perjuangan nasibnya cenderung menurun! Oleh karena itu, mereka berjuang langsung turun ke jalan, tidak percaya pada wakilnya di parlemen maupun lembaga tripartit!
Dari berbagai penelitian era 1950-an, hal serupa terjadi di Amerika Serikat (AS) yang menganut sistem kapitalis, dan tidak terjadi di negeri-negeri sosialis.
Artinya, dalam gambaran besarnya, Indonesia lebih mendekati sistem kapitalis.
Simpul dari berbagai penelitian itu, makin tinggi penderitaan dan kesadaran buruh akan hak-haknya makin radikal aksinya. Namun, keradikalan itu menurun gradual seiring peningkatan kesejahteraannya!
Puncak radikalisme buruh Amerika terjadi awal Mei 1886, ketika 400 ribu buruh melancarkan aksi di New York menuntut 8 jam kerja sehari. Masa itu ada buruh yang dipekerjakan sampai 18 jam sehari. Aksi mogok nasional yang dimulai 1 Mei itu, pada 4 Mei berubah menjadi kerusuhan yang menewaskan ratusan buruh oleh tembakan polisi yang menyerbu untuk membubarkan aksinya.
Peristiwa itu diperingati jadi Hari Buruh Sedunia.
Namun, belakangan aksi buruh menjadi hal langka di AS. Sementara di negeri kita, jadi pertunjukan menarik buat investor untuk berpikir ulang menanamkan modalnya.
Sebagai indikator kesejahteraan buruh itu, aksi buruh layak dijaga agar tidak anarki merugikan masyarakat! Terutama polisi, agar menjaga aksi buruh tidak anarki, baik oleh buruh maupun oleh anggota polisi sendiri—seperti sejarah di AS itu! ***
0 komentar:
Posting Komentar