DEKADE kedua abad 21 ini menjadi era serangan virus korupsi merasuk keluarga. Dari kasus korupsi Nazaruddin, anggota DPR mantan bendahara Partai Demokrat dan istrinya, lalu anggota DPR Zulkarnaen Djabar terjerat kasus korupsi pengadaan Alquran bersama putranya, Dendy Prasetya, disusul Gubernur Banten Atut dan adiknya, Wawan, terjerat kasus Pemilukada Lebak, kian ramai keluarga yang jadi korban kerasukan virus korupsi!
Dalam antropologi, keluarga diunggulkan sebagai pilar negara. Tak ayal lagi, kalau keluarga keropos digerogoti virus korupsi yang ganas itu, keluarga sebagai pilar negara pun menjadi rapuh, negara bisa goyah dan akhirnya terancam ambruk!
Itu karena ketika virus korupsi merasuki keluarga, menurut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, nilai-nilai sosial yang selama ini menjadi fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara akan rusak dan susah diperbaiki.
"Korupsi dapat ikut mengoyak budaya Indonesia yang punya karakter seperti memberi sedekah sosial, tolong-menolong dalam keikhlasan, dan kohesi sosial masyarakat yang plural," ujar Busyro. (Kompas, 10/12)
Untuk mengatasi virus korupsi itu, KPK mengembangkan pencegahan dengan proyek pencontohan menangkal korupsi berbasis keluarga, menyeimbangkan dengan pemberantasan korupsi lewat penindakan.
Caranya, menanamkan nilai-nilai kejujuran dan kesederhanaan dalam keluarga. (Kompas, 11/12)
Proyek percontohan pencegahan korupsi berbasis keluarga itu kini dijalankan di Kelurahan Prenggan, Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta.
Program itu dijalankan dengan mengajak warga mengikuti pelatihan, diskusi, pemutaran film, dan acara kesenian. Dalam forum rutin warga dilatih untuk menanamkan sikap jujur, sederhana, dan mandiri kepada anak-anak mereka.
Penanaman nilai kejujuran dari hal-hal kecil, seperti anak dibiasakan menyerahkan kembalian saat disuruh membeli sesuatu, tidak dipakai jajan.
Proyek percontohan menangkal korupsi berbasis keluarga itu jelas cukup baik.
Terpenting, proyek itu tidak formalistik seperti simulasi Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) di desa-desa semasa Orde Baru. Hasilnya cuma membuat orang pintar bicara tentang butir-butir nilai Pancasila dengan contoh-contoh pilihan tindakan, tapi sikap dan perilakunya yang tak mencerminkan Pancasila!
Begitu pula dengan nilai-nilai jujur dan sederhana dalam proyek ini, jangan sampai orang cuma pintar bicara tapi tak bisa mengamalkannya! ***
0 komentar:
Posting Komentar