Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Pendidikan makin Pragmatis!

MANUSIA gua memberi mainan anaknya busur dan panah, menggambari dinding gua dengan hewan buruan, kijang, rusa, babi, dan sebagainya. Impian masa depan anak gua menjadi pemburu andal, satu-satunya cara mereka bertahan hidup. 

 Tanpa kesadaran teoretis pun, manusia gua telah mempraktikkan pendidikan pragmatis. Kata “pragmatisme” berasal dari bahasa Yunani, dari kata “pragma” berarti action atau tindakan. Sementara “isme” seperti arti isme umumnya.

Oleh sebab itu, dalam dunia pendidikan yang memandang ilmu dari segi kegunaan atau hasilnya yang praktis disebut pragmatis. Sementara dalam dunia politik, istilah pragmatis dimaksud lebih berorientasi kepentingan pribadi dan golongan dari kepentingan rakyat dan negara bangsa! 

 Namun, pemahaman umum tentang pragmatisme dalam pendidikan mengacu pada kondisi telah berpadunya eksperimentalisme dan instrumentalisme dalam praktik nyata dunia pendidikan. Eksperimentalisme salah satu cirinya bisa dilihat ketika peserta didik telah dijadikan subjek eksperimen uji coba gonta-ganti kurikulum. 

Sementara instrumentalisme saat pendidikan dijadikan alat penguasa untuk mewujudkan kepentingannya, bahkan hingga yang bersifat ideologis! Hal itu tentu dilihat dari sisi pandangan yang canggih! 

Sementara dari sisi pandang sederhana, pendidikan pragmatis mirip manusia gua yang hanya berorientasi pada kegunaan dan hasilnya, tidak terlalu memusingkan bangunan teori dengan buku-buku tebal, apalagi pendekatan kesusastraan yang njelimet maupun metafisika yang menyita waktu tanpa menghasilkan sesuatu yang bisa dipakai, dalam arti dipandang atau disandang! 

 Pragmatisme yang dikembangkan sejak abad ke-19 oleh William James (psikologis) dan John Dewey (pendidikan) di Amerika Serikat itu, tidak dinyana pengaruhnya di Indonesia terasa kental sekali, terutama dalam kurikulum 2013 yang lebih kuat mengandalkan kapasitas pemahaman dan keterampilan individu setiap siswa untuk mewujudkan hasil dan guna praktisnya!

 Untuk itu, kesulitan jelas dihadapi karena guru bukan lagi sekadar tutor, melainkan harus berubah menjadi instruktur bahkan model yang mampu membuat sesuatu yang berguna praktis untuk ditiru siswa! 

Fungsi guru menjadi paripurna, bukan hanya harus bisa digugu (tutorial), melainkan juga harus bisa ditiru (menjadi model). Jadi, guru harus seperti manusia gua, bisa menunjukkan pada anak cara memanah hewan buruan dan membuktikan hasilnya bermanfaat untuk bertahan hidup! ***

0 komentar: