AI, singkatan dari artificial intelligence, atau kecerdasan buatan, dalam Revolusi Industri 4.0 berwujud robot atau peranti sejenis yang menggantikan manusia bekerja di tempat berbahaya seperti dapur blok cetakan baja, pada masa depan dicemaskan mengancam eksistensi manusia. Kecemasan itu datang dari ilmuwan Stephen Hawking. Kalau saat ini ancamannya mengenai hilangnya pekerjaan manusia karena diambil alih oleh AI, menurut dia, di masa depan kehadiran AI yang lebih cerdas justru mengancam eksistensi manusia. "AI akan bangkit sendiri dan merancang dirinya sendiri dengan kecepatan yang akan terus bertambah. Sementara manusia yang terbatas dengan lambatnya evolusi biologi, tidak akan mampu bersaing dan dilewati," ujar Hawking lewat rekaman video di acara Global Mobile Internet Indonesia Conference (GMIC), BSD. (Kompas.com, 26/9/2017) Meski AI berpotensi membantu manusia melawan penyakit dan kemiskinan, serta melipatgandakan kecerdasan manusia, Hawking tidak menutup kemungkinan bahwa AI yang lebih cerdas dari manusia juga bisa mengacuhkan, mengesampingkan, atau bahkan menghancurkan manusia. "Secara singkat saya percaya bahwa munculnya AI yang sangat kuat bisa menjadi hal terbaik atau hal terburuk bagi manusia," ujarnya. Menurut dia, tidak ada perbedaan antara apa yang bisa dilakukan oleh otak biologis dan apa yang bisa dilakukan oleh komputer. "Jadi komputer, secara teori, bisa mengemulasikan kecerdasan manusia dan melebihinya," kata Hawking. Dan di masa depan, AI akan bisa mengembangkan kehendaknya sendiri yang bertentangan dengan kehendak kita. Hawking bersama inventor teknologi Elon Musk dan para pakar AI pada 2015 menandatangani surat terbuka meminta adanya penelitian mengenai dampak AI terhadap masyarakat, termasuk pencegahan masalah dan cara mengambil manfaat dari AI bagi manusia. "Kita merasa semua orang perlu tahu bahwa para peneliti benar-benar memikirkan kekhawatiran ini dan isu-isu etis lainnya," ujarnya. Ia menyarankan para peneliti tidak hanya berfokus memperluas kemampuan AI, tetapi juga memaksimalkan manfaat sosialnya dan mengetahui risikonya di masa depan. Untuk mencegah bahaya AI dimaksud, Elon Musk bersama pendiri DeepMind Mustafa Suleyman dan 114 pakar AI membuat surat terbuka ke PBB untuk melarang teknologi robot pembunuh, mesin mandiri yang dapat memilih dan membunuh targetnya. Teknologi ini bisa menjadi senjata teroris terhadap populasi umum, tulis Musk dan kolega. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar