BULAN terakhir ini di media sosial ramai digunjingkan isu tentang utang negara, seolah republik ini sudah hampir tenggelam oleh utang. Atas keruhnya isu utang negara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani jernihkan lewat akun Facebook-nya, Jumat (23/3), yang diunggah Kompas.com. Dari angka-angka yang dia hadirkan terbukti, justru keuangan negara sebenarnya terus semakin lebih baik. Ia menyatakan perlu mendudukkan masalah agar masyarakat dan elite politik tak terjangkit histeria dan kekhawatiran berlebihan yang menyebabkan kondisi masyarakat jadi tidak produktif. Kecuali kalau tujuan mereka yang selalu menyoroti masalah utang adalah untuk membuat masyarakat resah, ketakutan dan menjadi panik, serta untuk kepentingan politik tertentu. Upaya politik destruktif seperti itu sungguh tidak sesuai dengan semangat demokrasi yang baik dan membangun. Utang bukan satu-satunya instrumen dalam mengelola keuangan negara dan perekonomian. Banyak komponen lain yang juga harus diperhatikan agar melihat masalah secara lengkap dan proporsional, misalnya sisi aset yang merupakan akumulasi dari hasil belanja pemerintah dan nilai aset 2016 (audit BPK) sebesar Rp5.456,88 triliun. Ini belum termasuk nilai hasil revaluasi aset 2017 oleh BPK, yang nilai aktual aset negara meningkat 239%. Kenaikan kekayaan negara tersebut harus dilihat sebagai pelengkap dalam melihat masalah utang karena kekayaan negara merupakan pemupukan aset setiap tahun termasuk yang berasal dari utang. Mereka yang membandingkan jumlah utang dengan belanja modal juga kurang memahami dua hal. Pertama, belanja modal tidak seluruhnya di kementerian/lembaga pusat, tetapi juga oleh pemerintah daerah. Dana transfer ke daerah meningkat sangat besar, dari Rp573,7 triliun pada 2015 menjadi Rp776,2 triliun pada 2018, sebesar 25% diharuskan untuk belanja modal. Kedua, dalam kategori belanja infrastruktur tidak seluruhnya belanja modal. Karena, untuk bisa membangun infrastruktur diperlukan institusi dan perencanaan yang kategorinya masuk belanja barang. Karena itu, pernyataan "tambahan utang disebut tidak produktif karena tidak diikuti jumlah belanja modal yang sama besarnya" adalah kesimpulan yang salah. Ekonom yang baik sangat mengetahui bahwa kualitas institusi yang baik, efisien, dan bersih adalah jenis soft infrastructure yang sangat penting bagi kemajuan suatu perekonomian. Belanja institusi ini dimasukkan kategori belanja barang dalam APBN kita. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar