PENUMPANG bus atau truk pengangkut massa diabsen petugas pengerah massa. Supaya tidak ada yang tertinggal. Lokasi kampanye sering jauh, kalau ada yang tertinggal bisa telantar. Selain itu, jumlah penumpang perlu untuk pengambilan uang sabun ke koordinator kampanye. Terkadang bukan cuma itu, jumlah itu diperlukan petugas logistik untuk mengisi paket sembako ke bus sesuai dengan jumlah penumpang. Saat mereka turun dari angkutan, mereka harus ceria dengan pengalaman pesta rakyat pilkada yang memuaskan. Isi paket sembako bervariasi, sering ada yang ekstra. Di suatu kurun, ekstranya banyak gula. Pada kurun lain, yang jadi ekstra susu kental manis dua kaleng. Isi ekstra itu diperlukan untuk menanamkan ingatan khusus pada massa. Sebab besok atau lusa, orang yang sama akan diangkut ke kampanye calon lain. Kalau tidak ada isi yang ekstra, massa bisa deja vu—hal sama yang berulang, susah dibedakan. Massa semua calon ini umumnya kurang menyimak isi pidato para juru kampanye. Mereka hanya menunggu ujung ucapan jurkam andai butuh sahutan. Misalnya jurkam berteriak, "Kita bangun irigasi, setuju...?" "Setuju...!" sahut massa. "Jalan desa kita bangun licin seperti pipi perawan..!" lanjut jurkam. "Perawan...!" sambut massa. Demikianlah demokrasi saur manuk, massa hanya menyahut sesuai dengan kata terakhir jurkam. Massa tidak sabar menunggu pidato panjang lebar, maunya musik cepat bergoyang lagi. Namanya pesta rakyat, harus mengutamakan unsur pesta dari pidatonya. Puncak pesta rakyat yang sebenarnya adalah menjelang hari "H". Kalau warga kampung berpesta, menjelang hari "H" mengirim ke rumah-rumah tetangga sekampung rantang (tonjokan) nasi dan lauk pauk istimewa. Dalam pemilihan kepala desa, ada calon melakukan hal serupa. Dalam pilkada, orang kepercayaan calon dengan cara yang tidak mencolok ada yang mengirim "mentahnya". Konon, "tonjokan" menjelang hari "H" sebagai puncak pilkada sebagai pesta rakyat, amat menentukan bagi pilihan akhir para pemilih. Calon yang lewat "tonjokan" terakhir ini bisa membuat para pemilih kuat mengingat nama dan nomor urutnya, besar harapan menang. Dari kecenderungan pilkada sebagai pesta rakyat yang sedemikian, rakyat memang perlu dialihkan perhatiannya untuk memilih kepala daerah dengan menyimak program para calon. Tapi pengalaman janji kampanye tinggal janji, kalaupun sebagian dipenuhi terbatas hanya pada yang ada benefit-nya bagi sang kepala daerah, kurang kuat bagi rakyat sebagai contoh. *** (Habis)
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar