HASIL studi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut krisis pangan yang telah dialami 583 juta orang di sejumlah negara Asia-Pasifik tahun 2008 tampaknya sekarang mulai terjadi lagi. Kini kelaparan mengancam lebih dari 850 juta populasi dunia. Jumlah itu kemungkinan akan meningkat lagi secara drastis di masa mendatang akibat kemiskinan, konflik yang terus terjadi di berbagai kawasan, perubahan cuaca dan iklim, menyempitnya lahan pertanian yang tidak produktif, dan meningkatnya populasi global. Pertambahan penduduk dunia berlangsung sangat tinggi dan cepat. Laporan Departemen Populasi Divisi Urusan Sosial dan Ekonomi PBB Juni 2017 memperkirakan populasi dunia saat ini mencapai hampir 7,6 miliar dan akan meningkat menjadi 8,6 miliar pada 2030, lalu jadi 9,8 miliar pada tahun 2050, dan 11,2 miliar pada 2100. PBB dalam laporan yang dipetik rilis Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Moeldoko (Kompas.com, 16/3/2018) memperkirakan mulai sekarang hingga 2050, setengah pertumbuhan populasi dunia akan terkonsentrasi di sembilan negara, yakni India, Nigeria, Kongo, Pakistan, Ethiopia, Tanzania, Amerika Serikat, Uganda, dan Indonesia. Asia merupakan benua dengan tingkat populasi penduduk terbesar yakni hampir 4,5 miliar orang. Sementara Asia Tenggara berpenduduk sekitar 650 juta, dengan sekitar 260 juta merupakan penduduk Indonesia. Asia sendiri sebagai produsen sekaligus konsumen terbesar komoditas pangan di dunia, kini tengah menghadapi tantangan besar untuk memberi makan bagi jumlah penduduknya yang sangat besar. Pertambahan penduduk yang sangat cepat, produktivitas panen yang stagnan, kelangkaan air dan polusi, perubahan iklim, dan tekanan lain membuat makin sulit untuk menjaga keamanan pangan di kawasan itu. Khusus Indonesia, pada 100 tahun merdeka di 2045, penduduk Indonesia diprediksi mencapai 330 juta. Kebutuhan pangan dibutuhkan terus menerus naik kira-kira 3% per tahun. Potensi terbesar produk pertanian Indonesia adalah padi, produk utama dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Pada 2005 kebutuhan beras setara 52,8 juta ton gabah kering giling (GKG), pada 2025 diprediksi jadi 65,9 juta ton GKG. Masalah terkait pangan ini, selain terfokus pada padi, diversifikasinya malah ke gandum, yang tergantung impor, 2018 ini mencapai 12,6 juta ton. Makanan pokok sagu dan umbi-umbian di timur ditinggal beralih ke beras, harganya jadi sangat mahal karena berasnya diangkut dari Jawa. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar