TATA kelola pemerintahan atau good and clean governance bagi para calon gubernur (cagub) yang incumbent di pemerintahan daerah, baik sebagai kepala daerah maupun sekretaris provinsi, sudah merupakan rutinitas. Soal transparansi dan akuntabilitas, terutama secara kelembagaan dengan DPRD, mereka sudah sangat mahir. Malah, mereka juga fasih menjalankan tugas konstitusional dan pemerintahan itu sebatas formalistik, sekadar memenuhi formalitasnya. Dalam arti, sekadar formalitas, seolah-olah saja (pseudomatika) tugas-tugas tersebut telah dijalankan dengan baik. Padahal, esensinya terkadang tidak sepenuhnya demikian. Dalam pengesahan APBD, misalnya, seolah DPRD dan eksekutif telah berkerja semestinya. Padahal, pengesahan dilakukan setelah ada komitmen studi banding, atau malah bancakan (kasus Jambi). Dalam tender proyek seolah dilakukan semestinya, padahal segala sesuatunya—harga, penawar pendamping, sampai besaran komisi semua pihak—telah diatur (kasus KTP-el). Semua itu berlangsung dalam etalase good and clean governance. Maka itu, sebagai masukan kepada para cagub soal tata kelola pemerintahan, perlu ditegaskan pseudomatika dalam pengelolaan pemerintahan seperti itu agar dihindarkan. Kepala daerah dan segenap jajaran birokrasi maupun legislatif harus berusaha menjauhi pseudomatika dan bekerja benar-benar sesuai dengan ketentuan yang semestinya. Alasan utama untuk meninggalkan pseudomatika adalah guna menutup serapat mungkin pintu-pintu masuk OTT. Memang, pseudomatika itu adalah pintu masuk OTT. Hanya faktor keberuntungan dan soal waktu saja orang lolos OTT jika selalu berpraktik pseudomatika. Jadi, hal pertama yang ingin diwujudkan dengan masukan kepada para cagub adalah tercapainya tata kelola pemerintahan daerah yang betul-betul aman dan bebas dari OTT. Dengan demikian ada gambaran konkret tentang ideal good and clean governance. Dengan berusaha menjauhi pseudomatika, kepemimpinan tidak lagi terjebak di panggung sandiwara. Segalanya dilakukan sesuai kata dengan perbuatan, itulah cerminan pemimpin dengan integritas yang kokoh, berkepribadian utuh. Sedang dalam jebakan pseudomatika, pemimpin berkepribadian split, terbelah, selalu mendua, alias ambigu. Artinya, tata kelola pemerintahan yang real good and clean governance jika dijalankan sebagaimana mestinya, praktiknya bisa membentuk pemimpin pemerintahan yang berkepribadian utuh, sehingga lebih mungkin membentuk jajaran pemerintahan yang bersih dan berwibawa. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar