Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Pertumbuhan pun 'Meski Demikian'!

DALAM laporan khas tentang pertumbuhan ekonomi Lampung tiga tahun terakhir lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional, Kompas (26/3) menuturkannya dengan kata "meski demikian". Itu menengarai ada kontroversi di balik pertumbuhan ekonomi Lampung tersebut. Pertumbuhan ekonomi nasional 2015 tercatat 4,88%, sedangkan Lampung 5,13%. Tahun 2017, pertumbuhan ekonomi nasional 5,07%, sedangkan Lampung 5,17%. Meski demikian, tukas laporan itu, produksi sejumlah komoditas yang pada akhir 1990-an hingga 2015 menjadi andalan perekonomian warga merosot, seperti lada, kopi, singkong, dan udang. Adapun sejumlah komoditas berkembang dan mengalami kenaikan produksi, terutama tebu, pisang, dan kelapa sawit. Komoditas tebu, pisang, dan sawit kebanyakan dikelola perusahaan besar. Sebab itu, di balik "meski demikian" laporan tersebut, bisa diduga maksudnya pertumbuhan ekonomi Lampung yang lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional itu lebih dinikmati para konglomerat pengusaha besar ketimbang rakyat. Karena, sekalipun dalam pengelolaan tiga komoditas itu ada kemitraan dengan petani, di Lampung skalanya masih relatif kecil. Tebu, kemitraan hanya oleh PTPN di Bungamayang dan Pakuanratu, sawit sedikit di Way Kanan dan Mesuji, sedang pisang baru dimulai di Gisting. Padahal, peningkatan produksi pisang kualitas ekspor yang dikelola perusahaan itu signifikan dari 549.928 ton pada 2005, menjadi 1.527.004 ton pada 2017. Luas panen kopi Lampung, menurut data BPS, yang pada tahun 2000 mencapai 203.578 hektare, tahun 2017 turun menjadi 137.928 hektare. Produksi kopi Lampung pada 2005 sebesar 142.761 ton, pada 2017 jadi 110.368 ton. Sedangkan lada sebelum dua tahun lalu harganya Rp110 ribu per kg, kini jadi berkisar Rp38 ribu—Rp40 ribu per kg. Luas area kebun lada di Lampung juga menyusut drastis dari 25.600 hektare pada 2010, menjadi tinggal 10.800 hektare pada 2016. Lagu Bumi Lada yang membanggakan itu pun ternyata malah menyayat hati dalam realitas kehidupan petaninya. Atas pertumbuhan ekonomi yang "meski demikian" itu, untuk memulihkan kebun lada rakyat disarankan melakukannya dengan berbasis riset. Rektor Unila Hasriadi Mat Akin senada dengan saran itu, menyatakan Unila dan pemda bekerja sama untuk mendirikan pusat riset lada dan ubi kayu. Dibanding pesatnya penyusutan luas kebun lada dan kopi rakyat, pembangunan pusat riset itu terkesan agak terlambat. Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

0 komentar: