ATAS kerja sama police to police antara Polri dan Biro Investigasi Federal (FBI), terungkap jaringan hacker Surabaya Black Hat (SBH) yang beranggota 600—700 orang. Setiap hacker anggota SBH bisa mengantongi hasil Rp200 juta. "Jadi, rata-rata bervariasi. Ada yang Rp20 juta, Rp25 juta, dan Rp15 juta untuk penebusan. Dalam setahun mereka bisa mengumpulkan Rp50 juta—Rp200 juta," ujar Kasubdit Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu. (Kompas.com, 13/3) Modusnya mereka mengirim e-mail kepada admin website yang diretas. Mereka meminta tebusan jika ingin sistemnya pulih. "Cara bayarnya dengan transfer melalui Paypal atau bitcoin, baru dia (peretas) buka. Dia ajari gimana caranya membuka kembali semula. Kalau enggak mau bayar, ya dirusak sistemnya," kata Pasaribu. Ia menambahkan rata-rata anggota SBH telah meretas lebih dari 600 website dalam dan luar negeri. Tiga dari enam tersangka pelaku utama anggota SBH yang ditangkap di Surabaya, pemuda berusia 21 tahun masih berstatus mahasiswa bidang IT. Dari tiga tersangka NA, ATP, dan KPS, polisi mendapatkan informasi komunitas itu memiliki sekitar 600—700 anggota hacker yang tersebar di berbagai daerah. Menurut Ronerto, kepada polisi tersangka KPS mengaku sebagai pendiri SBH yang telah melakukan peretasan terhadap lebih kurang 600 website di dalam dan luar negeri. Kelompok ini cukup piawai, hanya butuh waktu lima menit untuk melakukan peretasan. Mereka mengaku peretasan dilakukan dengan dalih penetration testing pada suatu sistem. Penetration testing adalah istilah teknis hacker untuk menguji keamanan sebuah sistem. Hacker yang punya sertifikat ethical hacker akan minta izin admin untuk melakukan penetration test atas sistemnya beberapa waktu tertentu. Jika diizinkan, dia masuk. "Nah kalau ini kayak orang mau masuk rumah tapi enggak izin. Dia main hack saja, lalu mengirim e-mail kepada admin, pemberitahuan kalau sistemnya telah diretas dan minta uang tebusan. Ini cuma lima menit prosesnya," tutur Pasaribu. Penetration test yang dilakukan para tersangka bersifat ilegal. Soal kerja sama dengan FBI, Kabid Humas Polda Metro Argo Yuwono menyatakan di sana ada data peretasan sistem elektronik yang dilakukan sekelompok orang di Indonesia. Kelompok itu sudah meretas 40 negara dan 3.000 sistem elektronik yang diretas. Atas informasi itu, pelacakan Polri menemukan kelompok peretas di Surabaya. Untung ada FBI.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar