JUMLAH penduduk terus meningkat menuntut Indonesia bisa memberi jaminan ketersediaan pangan yang memadai. Lewat segala upaya pemerintah mewujudkan ketahanan pangan, baik melalui program swasembada yang ditargetkan tercapai 2018 ini, atau dengan mengimpor, demi menjaga stabilitas ekonomi dan politik nasional. Juga bercita-cita menjadi pemasok pangan utama dunia pada 2045. Badan Pangan Dunia (FAO) mengapresiasi capaian pembangunan pertanian Indonesia dan menilai memiliki peluang mengekspor produk pertaniannya. Namun, untuk memasarkan produk pertanian ke luar negeri, produknya harus berdaya saing, efisien, spesifik, dan organik. FAO berharap Indonesia menjadi promotor sistem pertanian low external input sustainable agriculture (LEISA) dan organik. LEISA itu sistem pertanian berkelanjutan dengan input luar yang rendah dan mengoptimalkan sumber daya lokal sebagai bahan baku pola pertanian terpadu dengan efektivitas, efisien, dan produktivitas tinggi. LEISA mengedepankan siklus agro-ekosistem pemanfaatan sumber daya lokal sebagai bahan baku pola pertanian terpadu dan berkelanjutan. LEISA memanfaatkan limbah pertanian terutama sisa budi daya menjadi pakan ternak, dan sebaliknya mengubah limbah peternakan menjadi pupuk organik untuk budi daya tanaman. LEISA membuat petani sadar lingkungan dan mengoptimalkan pemanfaatan bahan baku lokal, tanaman dan hewan untuk merehabilitasi organisme tanah tempatnya berbudi daya. Seiring itu mengurangi semaksimal mungkin input dari luar, apalagi yang merusak lingkungan seperti pupuk kimia, pestisida, dan lainnya. Dengan itu pertaniannya berkelanjutan dengan ekosistem yang terus makin baik. Untuk mendukung terwujudnya kedaulatan pangan di Indonesia dengan pertanian yang berkelanjutan itu, HKTI melakukan berbagai langkah strategis. Seperti pengembangan teknologi dan menyinkronkannya dengan kultur bertani masyarakat. Salah satunya menciptakan kemandirian dengan melakukan pembibitan benih padi varietas unggul M400 dan M700, yang tahan hama dan penyakit. HKTI juga memproduksi pupuk organik berkualitas. Petani yang menggunakan kedua benih padi varietas unggul dan pupuk organik tersebut di berbagai daerah menunjukkan hasil positif, dari satu hektare menghasilkan padi 9—10 ton. Padahal sebelumnya petani hanya panen 5—7 ton per hektarenya. HKTI itu salah satu contoh partisipasi masyarakat mengatasi ancaman kelaparan pada peningkatan jumlah penduduk yang pesat. *** (Habis)
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar