PRESIDEN Joko Widodo, Jumat (16/3), meneken Peraturan Pemerintah (PP) tentang Izin Impor Garam Industri. Sebelumnya izin impor sesuai UU Nomor 7/2016 harus dengan rekomendasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Melalui PP ini diubah, rekomendasi dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian yang mengetahui tepatnya kebutuhan garam industri. PP ini dikeluarkan untuk mengatasi krisis di lapangan. Sebelumnya diberitakan lebih dari 21 industri pengguna garam dilaporkan berhenti produksi akibat kekurangan bahan baku garam industri. (Kompas.com, 16/3) Krisis penghentian produksi akibat kurangnya pasokan garam itu terjadi karena langkanya stok garam industri di pasar dalam negeri. Kebutuhan garam industri tahun 2018, menurut Kementerian Perindustrian, sebesar 3,7 juta ton. Adapun KKP dalam program kerja tahun 2018 hanya mengalokasikan impor garam industri sebesar 2,37 juta ton. KKP cenderung tidak merespons usul penambahan impor garam industri. Mungkin karena KKP lambat dalam memberi rekomendasi tambahan izin impor garam industri, stok di pasar sempat langka dan banyak industri menghentikan produksinya. Oleh karena itu diambil langkah mengatasinya dengan mengeluarkan PP, yang menurut Menko Perekonomian Darmin Nasution sebagai beleid pemerintah untuk mengalihkan kewenangan memberikan rekomendasi izin impor garam industri dari KKP ke Kemenperin. Akhirnya PP ini keluar atas desakan dari para pelaku industri, khususnya industri makanan dan minuman yang kekurangan pasokan garam untuk keperluan produksi. Garam industri juga digunakan di luar industri makanan dan minuman, seperti industri chlor alkali plant (CAP), farmasi, serta berbagai industri non-CAP, seperti perminyakan, pengasinan ikan, kulit, tekstil, dan sabun. Garam industri, menurut Agust Shalahuddin, sekretaris Maritime Society, adalah garam dengan kandungan NaCl yang tinggi, antara 95% hingga 97%. Pada industri kimia garam adalah bahan baku dan bahan penolong. Bagi manusia, garam adalah penyedap alias bumbu makanan. "Sederhananya, untuk industri yang dicari adalah mineralnya, sedang untuk bumbu yang dicari rasa asinnya," ujar Agust. (Tribunnews, 6/2/2018) Produksi garam rakyat, menurut Agust, belum mampu memenuhi kualitas garam industri. Penyebabnya banyak, antara lain rendahnya salinitas air laut di sentra-sentra produksi garam Indonesia. Untuk mencapai standar garam industri, diperlukan proses pengolahan lebih lanjut yang tidak murah.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar