Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Akhirnya, Laju Samsung Dipersulit Ekspor Jepang!


H. Bambang Eka Wijaya
RAKSASA industri teknologi Korea Selatan, Samsung dan SK Hynix, dihadang kesulitan memenuhi bahan baku utama untuk produksi smartphone akibat pembatasan ekspor Jepang yang mendominasi penguasaan bahan-bahan baku tersebut di pasar global.
Setidaknya ada tiga bahan baku utama industri smartphone yang mayoritas pasokannya kini dikuasai oleh Jepang. Yakni, hydrogen fluoride untuk pembuatan chip, 70% dari pasokan untuk dunia. Lalu fluorinated polymides untuk layar (sentuh) smartphone, 90% dari pasokan dunia. Dan photoresist untuk transfer pola sirkuit ke wafer semikonduktor juga 90%.
Sumber industri di Korsel menyebutkan, sulit untuk mencari bahan-bahan tersebut dari sumber lain. "Kalaupun ketemu, kami harus melakukan pengujian untuk memastikan kualitasnya jika dipakai produksi chip dalam jumlah besar," ujar sumber yang dikutip Kompas.tekno dari Reuter (10/7/2019).
Selama ini Korsel memang bergantung pada Jepang sebagai pemasok bahan-bahan dimaksud. Stok beberapa bahan yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan Korsel hanya akan bertahan maksimal selama empat bulan.
Pembatasan ekspor oleh Jepang dilakukan dengan penghapusan nama Korea Selatan dalam daftar putih ekspor untuk bahan-bahan terkait. Akibatnya, setiap kali perusahaan Jepang ingin mengekspor ke Korsel, proses perizinan yang ditempuh rumit dan memakan waktu lama, hingga 90 hari.
Park Jea-gun, kepala Korean Society of Semiconductor & Display Technology mengatakan Samsung dan SK Hynix melirik negara lain, seperti Taiwan dan Tiongkok untuk menambah pasokan bahan-bahan industri terkait.
SK Securities dilaporkan telah mengirim tim ke pabrik-pabrik atau joint venrure milik pemasok yang berada di luar Jepang. Sedang Samsung sedang mempertimbangkan sejumlah opsi untuk mengurangi dampak pembatasan ekspor.
Sengketa antara Korsel dan Jepang ini berakar jauh ke belakang hingga masa Perang Dunia II. Korsel menuntut perusahaan-perusahaan Jepang memberi kompensasi untuk warganya yang dimanfaatkan sebagai pekerja paksa. Sementara Jepang ngotot segala masalah ganti rugi sudah lama diselesaikan dalam perjanjian tahun 1965.
Korsel sudah membawa masalah sengketa kedua negara agar diselesaikan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sementara itu, Korsel juga mempertimbangkan tindakan balasan untuk pembatasan ekspor oleh Jepang.
Sedangkan pihak Jepang tampak tidak banyak komentar dengan kebijakan pembatasan ekspor ke Korsel yang mereka lakukan. ***

0 komentar: