Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

"Lamun Sira Sekti, Aja Mateni"!


Artikel Halaman 8, Kamis 25-07-19
"Lamun Sira Sekti, Aja Mateni"!
H. Bambang Eka Wijaya
PRESIDEN Joko Widodo Jumat (19/7/2019) mengunggah ke akun resminya di Twitter video berdurasi 15 detik berisi tayangan seorang tokoh wayang memberikan setangkai padi kepada seorang pria bertelanjang dada. Dalam video itu Jokowi berkata, "Lamun sira sekti, aja mateni." Terjemahan bebasnya, "Meskipun Anda sakti, jangan membunuh".
Pitutur yang diucapkan Jokowi itu ajaran moral dalam peribahasa yang bersifat umum dalam masyarakat Jawa, khususnya digunakan guru (begawan) kepada murid (cantrik)-nya: para kesatria. Ajaran sejenis hidup dalam memori kolektif masyarakat Jawa, merupakan inti ajaran moral yang luhur dalam literasi Jawa.
Literasi ajaran luhur itu populer di masyarakat seperti Serat Wulangreh karya Pakubuwono IV, Serat Wedhatama karya Mangkunegara IV, dan lainnya. Jokowi berasal dari masyarakat tersebut.
Pitutur yang diucapkan Jokowi itu sebenarnya merupakan kalimat terakhir dari tiga kalimat serangkai. Lengkapnya, "Lamun sira pinter, aja minteri. Lamun sira banter, aja ndisiki. Lamun sira sekti, aja mateni". Artinya, "Meskipun Anda pintar, jangan menipu (atau membohongi). Meskipun Anda kencang, jangan mendahului. Meskipun Anda sakti, jangan membunuh".
Inti ajaran moral tersebut adalah agar bersikap tenggang rasa, tidak mentang-mentang, tidak sok kuasa hingga sewenang-wenang. Dalam politik tidak mentang-mentang kuat lalu menginjak atau menindas yang lemah. Di dunia usaha, yang kuat jangan merugikan apalagi "mengadali" yang lemah. Itu sejalan dengan ungkapan "menang tanpa ngasorake", menang tanpa merendahkan yang kalah.
Begitulah sikap hidup kesatria yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kondisi masyarakat yang sempat tenggelam dalam hoaks dan ujaran kebencian, terpelintir dalam kelirumologi, gambar dan ucapan yang baik diedit menjadi bersalahan, unggahan Jokowi atas ungkapan nilai luhur itu bisa menjadi oase yang menyejukkan.
Oase di mana berkembang trilogi watak dasar kesatria, yakni jujur, benar, dan adil. Jujur, membentuk manusia kesatria berintegritas, yang tepercaya. Benar, selalu apa adanya, tak suka memutar balik fakta, senantiasa tabayun --cek dan ricek-- informasi yang didapat, dan selalu membela yang benar. Adil, selalu tepat menempatkan sesuatu, proporsional, tidak mau mencari keutungan pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang lain, apalagi orang banyak, masyarakat, bangsa.
Uniknya, sejumlah sikap luhur kesatria itu menjadi bagian dari 36 butir nilai Pancasila. ***


0 komentar: