MAHKAMAH Konstitusi (MK) dalam sidang pengucapan putusan sengketa hasil Pilpres 2019, Kamis (27/6/2019), menunjukkan sikap bestarinya. MK dalam putusannya secara adil memberikan putusan penolakan kepada semua pihak yang berperkara, yakni pemohon (pasangan 02 Prabowo-Sandi) dan termohon (KPU), juga pihak terkait (Jokowi-Amin). MK bahkan memberikan putusan penolakan terhadap eksepsi termohon dan pihak terkait di awal sidang. Dalam eksepsinya termohon dan pihak terkait memprotes berkas perbaikan gugatan dari pemohon. Ternyata kemudian, diterimanya berkas perbaikan dengan tambahan dalil gugatan sehingga dalilnya menjadi jauh lebih banyak itu, digunakan oleh MK untuk menguliti kekeliruan ataupun ketidaktepatan dalil demi dalil yang diajukan tersebut menurut hukum. Dan satu demi satu pula dalil tersebut ditolak dalam bahasan pertimbangan hakim, hingga ujungnya bulat dalam putusan akhir mahkamah menolak secara keseluruhan gugatan pemohon. Kebestarian MK mengakomodasi semua materi berkas perbaikan yang diajukan pemohon, kemudian telaten dan teliti membahas secara saksama setiap dalil dalam pertimbangannya, memberi pelajaran amat berharga bagi bangsa untuk tidak bersikap apriori dan penuh prasangka (prejudice) dalam menghadapi masalah. Dengan proses persidangan MK itu ditayangkan langsung oleh sejumlah televisi nasional, bisa dibayangkan betapa luas makna kebestarian tersebut menjangkau masyarakat. Teladan sikap bestari untuk tidak mudah terjebak prasangka buruk itu, memang amat dibutuhkan pascapemilu ini. Betapa, sepanjang era persiapan, kampanye, hingga pelaksanaan pemilu, masyarakat telah dibombardir dengan hoaks dan prasangka buruk (ujaran kebencian) terhadap sesama warga bangsa, sehingga masyarakat terjebak dalam kondisi yang disebut post-truth (pascakebenaran). Menariknya, MK mampu menangkap bahwa sikap pandang post-truth yang menyekap masyarakat itu, sikap pandang yang didominasi prasangka buruk, esensinya justru tecermin dalam materi gugatan pemohon. Oleh karena itu, amat penting dan amat berharga tindakan MK meluruskan kebenaran yang disalahtafsirkan dalam materi gugatan. Dengan itu sekaligus menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk melepaskan diri dari jebakan prasangka buruk yang dipaksakan untuk diterima sebagai kebenaran. Lewat putusan sengketa Pilpres 2019 itu pula MK menegaskan, cara pandang yang hanya didasarkan pada prasangka buruk itu tidak sesuai dengan prinsip supremasi hukum.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar