UNTUK mempercepat peningkatan kesadaran hukum dan advokasi kepentingan warga desa dalam interaksi kemasyarakatan berorientasi keadilan, formal maupun substantif, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendorong organisasi advokat melaksanakan program atau gerakan satu desa satu advokat. Hal itu ia katakan ketika menerima audiensi sebuah organisasi advokat di kantornya, Kamis (11/7/2019). Dengan hadirnya advokat di desa, ujar Bamsoet, bisa langsung membantu warga desa yang menghadapi masalah hukum. Mengenai biaya program tersebut, selain upaya dari pengurus perkumpulan advokat, menurut dia juga bisa bekerja sama dengan perusahaan memanfaatkan dana corporate social responsibility (CSR). Terpenting, dengan langkah positif ini bisa meningkatkan simpati publik pada profesi advokat. Adanya gerakan satu desa satu advokat ini juga bisa dijadikan sarana latihan pengabdian para mahasiswa hukum untuk mengasah daya kemampuan beradvokasi mempraktikkan ilmu yang dituntutnya. Ini tentu lebih baik dari kegiatan di luar kampus yang hanyut dalam narasi yang tak jauh dari bidang keilmuan yang dituntutnya. Bahkan, juga bisa dijadikan sebagai standar jenjang awal karier seperti PTT pada dokter. Untuk itu, praktik mahasiswa calon advokat di desa tidak hanya sebatas pelaksanaan hukum dan keadilan formal, tapi juga meliputi perjuangan keadilan substantif terkait dengan hajat kehidupan nyata yang secara struktural rakyat lapisan terbawah membutuhkan advokasi atau pendampingan mencapainya. Praktik sedemikian mungkin perannya menjadi seperti para pejuang yang turun ke desa sebagai “pokrol” perjuangan hak-hak rakyat di zaman penjajahan. Pengalaman menggumuli seluk-beluk keadilan substantif ini akan bisa mempertajam naluri pengabdi hukum ketika ia bertarung di gelanggang hukum formal nanti. Dalam simultanitas advokasi pada hukum formal dan substantif itu, program satu desa satu advokat bukan saja menumbuhkan kesadaran hukum, melainkan juga mempertajam daya kritis masyarakat desa terhadap paham keadilan semesta, keadilan yang meliputi semua sendinya baik dalam hukum maupun sosial-ekonomi. Jika salah satu tujuan pendidikan adalah membangun critical mass, massa kritis yang mampu memperjuangkan nasibnya untuk berdiri di atas kaki sendiri, program satu desa satu advokat menjadi ujung tombaknya. Dan profesi advokat pun tidak kalah signifikan perannya dari pokrol di zaman penjajah dalam perjuangan bersama rakyat, tertindas. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar